Skip to main content

Posts

Showing posts from 2021

Kamu dan Cantikmu

Percakapan kita semalam tentang betapa cantiknya dirimu membuatku menyadari satu hal: bahwa kamu memang benar-benar sangat cantik! Sebagai makhluk yang dangkal dan mudah ditebak, hal pertama yang membuatku tertarik padamu jelas adalah wajahmu yang cantik, terutama ketika kamu sedang tersenyum atau menertawakan sesuatu. Melihatmu yang sedang seperti itu, rasanya seperti ada yang memindahkan penangkaran kupu-kupu miliknya ke dalam perutku. Reaksi seperti itu yang selalu aku dapatkan ketika memperhatikanmu, ditambah lagi dengan kedua sisi pipiku yang terasa seperti ditarik menjauhi wajahku. Sangat menyenangkan. Perasaan senang bisa didapatkan dari hal-hal sederhana, bahkan mungkin cenderung remeh-temeh, sesederhana melihat dirimu hadir langsung di hadapanku. Tidak hanya soal senang, tapi juga hadir perasaan tenang dan bersyukur, bahwa sampai hari ini aku masih memiliki kesempatan untuk hidup dan melihat wajah cantikmu yang dibalut senyuman untuk yang kesekian kali. Jika hari itu aku sudah

Tentang Menjadi Dewasa

Debu-debu beterbangan, trotoar masih sedikit basah bekas hujan tadi siang, dan cahaya terlihat mulai berdatangan; dari lampu penerangan jalan, lampu kendaraan, juga billboard iklan, tidak lupa sedikit sumbangsih bulan. Semua langkah dan tatapan saling bertemu dan menjauh, mengikuti tujuannya, menghidupi hidupnya, dan satu dari ratusan orang yang berlalu-lalang setiap menitnya di tempat itu, adalah kamu yang sedang menghidupi hidupmu. Bidak catur yang selalu melangkah maju di kepalamu tidak selalu menghasilkan kemenangan, tidak jarang habis tak tersisa dimakan lawan seraja-ratunya. Sering kali baru sedikit melangkah, meski dengan seribu perhitungan matang, malah langsung kalah begitu saja di hadapan kehidupan. Memang seharusnya jangan pernah menjadikan kehidupan sebagai lawanmu bermain catur, apa lagi jika kamu tidak pernah mengerti aturan mainnya. Belajar dulu sana. Belajar, dari orang lain, dari diri sendiri, dari kejadian dan pengalaman, agar di depan sana tidak perlu terjerembab di

Perjalanan

Di sela-sela perjalanan panjang dan berliku, hubungan ini kembali menemui hari perayaannya untuk yang ketujuh kalinya, hari yang menandai dimulainya perjalanan kita sebagai dua orang yang sepasang, tujuh tahun silam. Hari di mana kita memutuskan untuk merangkai impian dan harapan masing-masing menjadi cita-cita bersama. Hari di mana kita meyakinkan diri bahwa apa pun yang akan terjadi di depan sana haruslah dihadapi berdua. Hari di mana aku tak lagi hanya tentang aku dan kamu tak lagi hanya soal kamu, tetapi ada kita. Aku sering menggambarkan hubungan ini sebagai perjalanan. Maju ke depan, berbelok, memutar balik, berhenti, mundur ke belakang, menanjak, menukik, jatuh, pelan, kencang, macet, sengang, pantat yang panas, punggung yang pegal, pelukan hangat, pertengkaran hebat, perbincangan serius, umpatan kasar, obrolan penuh canda tawa, tangan yang digenggam, bahu yang dipakai bersandar, panas, hujan, terik, dingin, cerah, basah, hubungan kita tidak ubahnya adalah sebuah perjalanan ters

Kamu dan Hal Menyenangkan

Hal menyenangkan apa yang tidak mengingatkanku padamu? Sekeras apa pun aku mencari, sedalam apa pun aku menggali, tetap tidak ketemu jawabannya. Karena memang tidak ada. Karena memang bersamamu adalah bahagiaku. Bahagiaku sesederhana itu, semudah itu, sekonyol itu. Semudah mendapatkan ucapan selamat pagi, atau saat kepalamu bersandar di pundak sebelah kiri. Apa lagi? Mendengarmu tertawa lepas di jok belakang, atau melihatmu lahap menyantap nasi bungkus berisi rendang yang baru saja kita beli dari restoran padang. Iya, semudah itu memang. Jumlah seluruh jemari di tangan dan kakiku ini jelas tidak cukup untuk menghitung berapa banyak kesenangan yang telah kita berdua ciptakan. Bahkan jika jari jemari kita berdua dijumlahkan. Tidak peduli sudah sebanyak apa kita dapatkan, tidak mau tau sudah sesering apa kita lakukan, aku ingin selalu membangun kenangan menyenangkan bersamamu. Hubungan tidak selalu tentang hal-hal yang menyenangkan, memang, tetapi hubungan yang dipenuhi kebahagiaan harus

Masih Berjalan

Kali ini seperti sedang berjalan pada sebuah jembatan tua yang rapuh dan berbahaya di tengah hutan belantara, tapi ya mau bagaimana, mesti dilalui meski terpaksa. Ingin kembali ke titik mula, jelas tidak bisa. Ingin segera sampai ke ujung satunya, tidak semudah itu juga. Pilihan termudah adalah menghempaskan diri ke dasar jurang yang sudah menanti di bawah sana, lalu menghilang di tengah kegelapan yang tak terjangkau sinar mentari. Jika harus terperangkap di bawah sana selamanya, tidak apa, tidak akan ada yang menyadarinya juga. Pernah berpikir, tidak ada lagi, itulah jalan keluar yang harus dipilih. Pernah atau masih? Masih berjalan, lelah tanpa jeda, dihadapkan dengan hanya dua pilihan: terus maju atau menyerah saja. Kaki memang terus melangkah tapi pikiran seperti tidak berjalan ke mana-mana, berputar di jalan yang itu-itu saja; dilema antara memaksakan kemajuan atau mengakui kekalahan. Kaki terus saja melangkah pada akhirnya. Langkah kaki yang tak pernah berhenti itu membawaku samp

Bersamamu

Bukan tentang apa dan di mana, tapi dengan siapa kamu melakukannya. Kalimat barusan, aku sangat mengamininya, karena aku sering mengalaminya. Coba bayangkan kamu sedang mendatangi tempat yang sangat ingin kamu datangi, kemudian bayangkan seseorang yang sangat kamu benci, terakhir coba bayangkan kalian berada di situasi yang sama. Kalian bisa saja tidak sengaja bertemu di sana atau memang sudah berjanji ingin pergi bersama. Aku yakin kamu tidak akan pernah mau mendatangi tempat itu lagi, karena kenangan buruk bersama orang yang kamu benci tercipta di sana. Dengan siapa kamu pergi, dengan siapa kamu bergandengan tangan, dengan siapa kamu berbagi tawa dan cerita, dengan siapa kamu menuangkan marah dan kecewa, semua komponen itu yang menyusun apakah kenangan akan teringat sebagai hal yang menyenangkan atau menyebalkan, membahagiakan atau menyakitkan, dirindukan atau ingin dilupakan. Dengan kamu, bersama kamu, hal yang biasa saja bagi orang lain akan terasa istimewa buatku. Semudah berbonce

Berjarak

Berjarak. Sebuah kata yang selalu aku benci, terselip di antara kita berdua. Tanpa adanya kesibukan pun, tubuhmu dan tubuhku sudah sering berada dalam jarak. Di sana tinggalmu, di sini tinggalku, kita menjalani hidup masing-masing. Bisa dibilang sudah terbiasa, tapi hati selalu berkata tidak terima, inginnya terus bersama, maunya ke mana-mana selalu berdua. Sudah bertahun-tahun lamanya, persoalan jarak selalu jadi tema utamanya. Ingin selalu bertemu dan mencubit pipi gembilmu satu per satu, menjadi harapan rutinku dari Senin ke Minggu. Pertemuan kita yang sering kali menyenangkan itu selalu kunanti, selalu kutunggu. Tawa pemecah keheningan, aroma khas yang muncul dari rambut dan pakaianmu, jemari mungilmu, lembut kulitmu, dan banyak hal lain tentang kehadiranmu yang tidak bisa kusebutkan satu demi satu, membuatku selalu merindu. Namun, berjarak fisik bukanlah apa-apa dibandingkan perasaan yang berjarak. Pertemuan yang terjadi, tidaklah bermakna lagi. Hati yang sudah tidak lagi di tempa