Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2016

Kontemplasi Jumat Pagi

Jam 1 pagi, ditemani merdunya pita suara para musisi yang karyanya dibajak dan tersimpan di laptopku secara ilegal, serta kebisingan kipas angin di kamar tempatku biasa mengurung diri, aku merenungkan banyak hal. Berkontemplasi, menghasilkan imajinasi liar, yang kemudian semuanya bermuara pada satu hal: memikirkan kamu. Sehari tanpa dihinggapi kamu di kepala seperti paru-paru tanpa udara, Jakarta tanpa macet, atau memasak Indomie rasa kari ayam tanpa setetes pun air; sulit dimengerti. Ke sana ke mari, berlari hingga seribu kali mengitari bumi. Keringat menetes tiada henti, mengairi selokan, membanjiri jalan. Terbang menembus lapisan atmosfer paling tinggi, hingga oksigen tidak bisa dihirup lagi, mati terombang ambing di luar angkasa sendiri. Atau tenggelam hingga terperangkap di palung paling dalam, menembus mayat-mayat yang membusuk, berenang-renang hingga kemudian hanyut sampai hangus ditelan perut bumi. Di antara pemikiran absurd yang terlintas di kepala, terselip senyum

Rindu dan Ketikan yang Menguap

Di depan mataku terpampang tampilan Microsoft Word yang didominasi kertas digital berwarna putih, memelas untuk segera diisi. Sebenarnya terlalu banyak yang ingin kutulis. Namun semua menguap ketika jemari tanganku telah berbaring tepat di atas tumpukkan tombol-tombol laptopku. Semua menguap begitu saja. Entah menguap melalui proses apa; mengembun karena kepalaku sudah terlalu lama mendidih; atau mengasap karena kepalaku sudah terlalu lama terbakar. Hal tersisa yang teringat untuk kutulis adalah, aku ingin menyampaikan padamu, bahwa aku, priamu, merindukan keberadaanmu, sedang duduk di sebelahku, lalu melingkari pinggangku dengan kedua lengan lembutmu. Mendekapku. Menyatakan jika kamu mencintaiku dengan bahasa tubuhmu. Dan pasukan kupu-kupu berlarian menghujam perutku. Memukul keras jantungku. Lalu aku membalas pelukanmu. Mendaratkan bibirku pada keningmu. Membalas pesan dari tubuhmu. Kemudian aku kembali berpikir, apakah sebenarnya aku benar-benar melupakan apa yang henda

Tewas Dalam Kabut

Bulan yang terik mengantarku berjalan di sela-sela keheningan.  Udara terasa tajam seperti duri yang menusuk.  Diiringi kabut tebal yang menari-nari di antara dedaunan.  Kemudian aku dijebloskan ke dalam kurungan imajinasi. Yang kulihat pertama kali adalah sebuah sofa panjang berwarna abu-abu. Ada kamu yang melambaikan tangan kanan, berusaha menyeretku duduk di sebelahmu menggunakan senyum dengan takaran manis yang membuat siapa saja bisa tewas karena overdosis. Kemudian aku duduk. Rasanya tegang sekali. Jantungku memompa darah ke arah pembuluh yang salah. Bahkan organ tubuhku saja lupa untuk menjadi normal. Kemudian kita bercengkrama. Kamu memulai percakapan dengan bertanya bagaimana kabarku. Aku diam. Lama sekali. Aku tewas overdosis. Lalu aku bangun dan tersadar, bahwa kita sedang tidak bertemu. Bahwa aku hanya terperangkap pikiran sendiri. Bahwa aku merindukanmu.