Kedua telapak tangan dingin gemetar, menggenggam setangkai bunga mawar merah merona terbungkus plastik bening yang sudah dipersiapkan sejak semalam sebelumnya. Ada rasa khawatir jika bunganya ternyata tak sengaja patah di dalam tas sekolah, juga khawatir jika ungkapan jujur tentang perasaanku padamu ternyata hanya berjalan satu arah. Masih sangat jelas terasa di ingatan; sunyi ruang kelas di lantai atas, angin yang berhembus pelan bersama kipas di langit-langit kelas, meja dan kursi panjang dari kayu, juga sinar mentari yang cukup terik di siang itu, tapi kupikir tidak cukup terik untuk menghangatkan jemariku yang masih saja kedinginan kala itu. Bahkan sebuah jawaban "iya" darimu saja tak mampu meredamnya. Namun, tentu saja hatiku rasanya hangat sekali, karena momen itu adalah pintu yang membuka perjalanan kita untuk membentangkan layar sebagai dua orang yang sepasang. Kejadian delapan tahun lalu itulah, yang membuatku hadir di hadapanmu, hari ini. Delapan kali berkesempatan
Isi kepala tertuang dalam kata-kata