Hujan kemarin sore membuat kepalaku dibanjiri pemikiran-pemikiran tentang apa yang telah kita lalui bersama. Di bawah payung yang kugenggam, di atas jalanan yang tergenang, di tengah jalan yang kebahasan, aku berdiri. Beberapa kali mobil-mobil sialan itu menyambar genangan hingga diriku kebasahan, kedinginan. Namun yang terjadi adalah sudut bibir kiri dan kananku malah beranjak naik. Itu karena isi kepalaku dipenuhi tawa manismu. Warna demi warna, coretan demi coretan, dan lukisan demi lukisan sudah berhasil kamu pajang di galeri hidupku. Kamu adalah seniman yang mampu menghidupkan siang dan malamku. Seniman yang membuat puluhan gigiku enggan terus-terusan bersembunyi dibalik bibirku, dan ingin memancarkan pesonanya dihadapanmu. Kamulah senimanku. Aku masih berdiri, masih menikmati banjir di dalam kepala, dan masih tersenyum. Hujan juga enggan berhenti. Dia tau jika aku masih menikmati tetesan-tetesan yang menimbulkan kenangan. Tidak peduli tubuh tumbang dan kelelahan. Karena
Isi kepala tertuang dalam kata-kata