Skip to main content

Posts

Showing posts from 2020

Retrospeksi

Dalam hitungan jam sebentar lagi tahun akan berganti, aku sejujurnya tidak ingin mengatakan kalimat klise ini, tapi menurutku memang ada benarnya juga, bahwa tidak terasa ternyata hari ini kita sudah berada di penghujung tahun, tepat di tanggal terakhir bulan Desember. Bagiku, ini adalah saat yang tepat untuk melakukan kilas balik, untuk mengingat kembali apa saja hal yang sudah kita lalui bersama, apa saja masalah yang sudah kita pecahkan bersama, apa saja kesulitan yang sudah kita hadapi bersama, apa saja kebodohan yang telah kita tertawai bersama, apa saja kejadian menyenangkan yang berakhir dengan senyum semringah kita berdua, juga kejadian lain yang berujung marah, sedih, kecewa, luka; segalanya yang terjadi di tahun ini, yang turut membentuk diri kita hari ini. Cobalah ingat kembali dan terima itu semua sebagai bagian dari dirimu, sekelam atau semenyenangkan apa pun, itulah kepingan-kepingan dalam perjalanan hidupmu yang merangkai kamu saat ini. Hal buruk banyak terjadi, tentu sa

Seorang Laki-laki dan Usahanya untuk Bangkit dari Hari Kemarin

Rasanya seperti mendaki ratusan anak tangga. Tidak, lebih buruk lagi, rasanya seperti berusaha merangkak ke atas dengan bergantung pada seutas tali... ...tepat setelah dilempar ke sumur yang sempit dan dalam. Setidaknya di dasar sumur masih terisi air, memang tidak dalam, tapi sanggup menahan seseorang dari kematian yang dipercepat. Tidak terlalu buruk juga. Masih bisa selamat, meski berlumur luka. Padahal lebih baik sumurnya kosong saja, lalu mati dan membusuk sendiri. Gelap, tak akan ada yang mau mencari. Lagi pula, siapa peduli? Ternyata masih selamat. Entah harus merasa beruntung atau kecewa. Kalau sudah begini, entah suka atau tidak, ya harus bangkit lagi. Terik sinar matahari masih sanggup menembus dan menerangi dinding sumur, ternyata tidak tenggelam sedalam itu untuk kembali ke realitas. Seutas tali tambang yang mengikat kuat ember plastik tua berlumut menjuntai dari langit, satu-satunya kendaraan yang bisa digenggam untuk kembali. Kecuali ingin menunggu tubuh digigit laba-laba

Tentang Rindu

Di tengah malam tanpa angin, ditemani bulu hangat seekor kucing, dadaku tiba-tiba merasakan sesak yang tak tertahankan. Awalnya aku tak mengerti kenapa, hingga aku mulai menyadarinya: rindu yang sudah kupendam, ternyata sudah terlalu dalam. Aku tidak ingat jelas kapan pertama kali aku mulai merasakan rindu padamu, tapi yang pasti itu telah terjadi beratus-ratus hari yang lalu. Meskipun bukan makanan baru, aku masih saja payah dalam menghadapi rindu. Bertemu, bertemu, dan memelukmu, selalu pasti jadi obat yang aku mau. Bukan hanya tentang kemauanku, pasti dirimu juga sepakat denganku. "Yang diharapkan setelah rindu adalah sebuah temu." Merindu merupakan kegiatan yang melelahkan. Perasaan ingin bertemu, yang bila dibiarkan akan semakin menggebu-gebu, sedikit-banyak pasti akan mengganggu pikiranku, pikiranmu, yang tak jarang berakhir dengan tangisan sedu. Namun tak apa, rindu jugalah tanda bahwa kehadiran seseorang itu sangat berharga. Biar semenit saja, kamu pasti menginginkan

A Letter From Your Biggest Fan

"Aku sangat bangga padamu!" ucapku setiap kali kamu berhasil merajut benang-benang yang turut merangkai mimpimu. Entah bagaimana bisa, tetapi rasanya setiap pencapaian dalam hidupmu adalah pencapaianku juga. Perasaan bahagia yang teramat hebat memenuhi dadaku hingga sesak, melihatmu tersenyum lebar kegirangan, merupakan wujud kedamaian jiwa yang selalu aku tunggu kedatangannya. Aku sosok yang sederhana: bahagiamu adalah bahagiaku juga. Entah lebih tepat disebut sederhana atau sosok yang dangkal, tapi ya memang seperti itu, bahagiamu mudah sekali menular, seperti sebaran virus bersertifikat internasional yang membuat ekonomi Indonesia sampai harus mengalami resesi. Aku pasti bahagia ketika kamu bahagia. Aku kira kamu juga mengerti rasanya. Aku ingin mengucapkan selamat atas pekerjaan barumu, selamat atas penemuan rutinitas barumu. Kamu melangkah semakin jauh, menjadi perempuan yang lebih hebat lagi, jauh lebih hebat dari awal mula aku mengenalmu. Aku mungkin kali ini tertingga

Tentang Kepergian dalam Bepergian

Kemarin malam, ditemani angin dingin khas pegunungan, di tengah perjalanan saat menyusuri jalan rusak dan berliku, sempat sejenak aku memandangi langit dan tiba-tiba saja terlintas sebuah pertanyaan yang cukup menggangguku: apa yang akan terjadi pada diriku ketika kamu menghilang lebih dulu dari dunia. Di kelilingi pohon-pohon menjulang tinggi dan hamparan rerumputan seluas mata memandang yang menghiasi pedesaan, aku mencoba mengilustrasikan pertanyaan itu di kepalaku, dan apa yang terjadi selanjutnya mudah sekali ditebak, ketika berpikir tentang kehilangan dirimu dadaku sudah amat pasti akan langsung terasa sesak. Apa lagi dengan pengalamanku yang pernah merasakan kehilanganmu sebelumnya, aku rasa sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa lupa tentang rasa sakit itu, dadaku akan selalu mengingatnya. Pikiran acak tentang kehilangan seseorang yang aku sayangi untuk selamanya tidak lantas berhenti di situ saja, berbagai skenario buruk tercipta di pikiranku, yang aku harap tidak akan per

Aku Ingin Percaya

Aku ingin percaya Dedaunan luruh gersang Dapat menjuntai hijau lagi Aku ingin percaya Kumpulan pohon tumbang Dapat berkerumun rimbun lagi Aku ingin percaya Bunga-bunga gugur layu Dapat harum bermekaran lagi Aku ingin percaya Tubuh terbaring lemah tak berdaya Dapat bangkit berdiri kembali Aku ingin percaya Tiang pancang jatuh rapuh Dapat tegak kokoh kembali Aku ingin percaya Muram wajah suram tertekuk Dapat tersenyum rekah kembali Begitu pula aku ingin percaya Sepenuh hati padamu Satu kali lagi

Manusia dan Masalah

Apa yang kamu ketahui tentang kehidupan? Sama, sampai saat ini aku juga tidak mengetahuinya, apa lagi untuk bisa sampai memahaminya. Bagiku, kehidupan sebagian besar hanyalah tentang perpindahan dari satu masalah ke masalah lain. Ke mana pun kita menentukan langkah, entah berbelok, mundur, atau bahkan tidak ke mana-mana, yang akan kita hadapi berikutnya adalah masalah. Sebaik atau seburuk apapun kamu menyelesaikan satu masalah, kamu akan tetap dihadapkan dengan masalah yang baru. Rentetan masalah yang telah berhasil atau tidak berhasil kamu selesaikan, itulah yang membentuk dirimu juga diriku hari ini. Mengapa manusia membenci kesalahan? Jika tidak semua manusia membencinya, setidaknya aku membenci hal itu. Padahal, tidak mungkin ada satu orang pun yang bisa seratus persen menyelesaikan masalahnya dengan benar di sepanjang hidupnya. Sekali pun ia telah menyadari, memprediksi, memperkirakan, atau memperhitungkan dengan baik bahwa apa yang ia lakukan akan berakhir salah, ia tetap melakuk

Aku Sudah Mengetahui

Ingin dikubur sedalam apapun itu Dimusnahkan dengan cara apapun itu Dihilangkan dengan trik apapun itu Semua tidak ada gunanya di hadapanku Tidak perlu ada yang disembunyikan lagi Tidak perlu menutup-nutupinya lagi Dari awal aku sudah mengetahui Siapa diri kamu yang sebenarnya Bahwa kamu— —adalah orang yang baik.

Kilas Balik

Sudah hampir setahun peristiwa pengkhianatan itu berlalu. Namun, perih dari sisa-sisa lukanya masih bisa kita rasakan sampai hari ini, ia masih bebas mengganggu dan menghantui jalannya hubungan yang sedang kita bangun kembali ini. Tidak hanya aku saja yang terluka, kamu sebagai pelaku pun juga sama. Aku bisa memahami itu, makanya aku tidak sepenuhnya menyalahkanmu, tetapi tidak berarti aku membenarkan tindakanmu. Yang jelas, kepayahan kita dalam mengelola hubungan mengakibatkan kamu mencari kesenangan di tempat lain. Itu berarti aku juga salah, membiarkanmu memendam perasaan sendirian. Aku yang seharusnya menjadi seseorang yang paling mudah untuk kamu ajak bicara, justru menjadi yang paling berjarak terhadap perasaanmu. Sebagai pasanganmu, aku tidak pernah benar-benar tahu apa yang kamu sembunyikan di lubuk hatimu yang paling dalam. Aku tidak berhasil menarikmu keluar untuk menjadi pribadi yang jujur terhadap dirinya sendiri. Aku adalah pasangan yang gagal. Seandainya punya kesempatan

Sweet Memories

Kira-kira sudah setengah tahun kita memutuskan untuk kembali pulang ke rumah yang sama. Banyak hal yang masih perlu diperbaiki, juga masih banyak hal sulit yang harus kita hadapi, ditambah lagi fakta bahwa kita harus terus menatap hari-hari ke depan bersama dengan luka yang telah kita gores sendiri di masa lalu. Tentu terasa berat karena harus terus dihantui perasaan-perasaan menyebalkan setiap harinya. Namun, itu tidak menghalangi kita untuk terus melakukan hal-hal menyangkan bersama-sama. Sejak aku mengenalmu, sampai hari ini, hidupku terasa jauh lebih menyenangkan. Selama aku hidup, aku ingin terus menciptakan berbagai kenangan menyenangkan bersamamu. Siapapun yang akan hidup lebih lama nantinya, entah itu kamu atau aku, pasti akan bersemangat untung mengenangnya. Tingkah bodohmu, rasa ingin tahumu terhadap duniaku, kelakuan polosmu sehingga mudah sekali untuk aku goda, tak lupa suara tawamu yang manis ketika aku melemparkan lelucon, juga pipi merahmu ketika aku gombali. Semua itu,

Orang Jepang Menyebutnya Kawaii

Mengenalmu cukup lama membuatku menyadari beberapa hal yang tidak pernah kamu tunjukkan di depan umum. Mungkin orang-orang terdekatmu pun juga tidak tau. Aku sudah menyadarinya sejak lama, tetapi baru mulai yakin bahwa itu sebetulnya memang kamu dan tidak berusaha dibuat-buat. Ternyata, jika diperhatikan, kamu itu benar-benar... ...sangat imut. Aku termasuk orang yang sebetulnya jijik dengan hal-hal imut, terutama yang terkesan dipaksakan. Berpura-pura imut itu menggelikan. Namun, saat wajahmu memerah karena aku puji, atau saat aku sedang meledekmu, itu benar-benar imut. Keimutan yang sangat aku sukai. Asal kamu tau, aku menulis ini sambil senyam-senyum, sudah seperti orang gila. Aku yang sering melihatmu beratribut wajah jutek, dengan ekspresi sinis dan mulut super tajam bagai belati yang seratus tahun ditempa ahli pedang itu, tidak menyangka bahwa kamu bisa berbalik seratus delapan puluh derajat menjadi sosok imut yang membuatku meleleh seperti sedotan plastik. M

Luka dan Akhir Bahagia

Kali ini, lagi-lagi, tentang luka. Juga tentang keinginanku untuk sembuh. Entah aku sedang sakit apa, tapi sakitnya terasa nyata. Entah kapan aku bisa sembuh dan kembali sepenuhnya ceria, aku tak tau pastinya. Yang aku yakini, ini pasti ada penawarannya, tak lama lagi luka ini tiada. Sudah melebihi setengah tahun nyeri yang sama menyelimuti dada. Kadang aku lewati dengan biasa saja, tapi tak jarang pukulan telak yang mengarah tepat ke kepalaku ini sangat mengganggu. Saking menyebalkannya, aku kadang melihatmu sebagai sosok yang aku benci, membuatku lupa bahwa kamu adalah perempuan yang paling aku cintai saat ini. Luka lebam itu membuatku tak sadar betapa berharganya dirimu. Namun, aku tak selemah sebelumnya. Segala bentuk penghancuran dan penghinaan diri yang kamu berikan justru membuatku semakin kuat. Kadang memang tak ada salahnya juga berjalan sendirian di tengah-tengah badai pasir di padang Afrika, badai salju di daratan Rusia, badai ombak di lautan Jepang, atau badai di

Manusia, Hujan, dan Hatinya yang Misterius

Isi hati manusia itu misterius. Tidak ada yang bisa menebaknya, bahkan dirinya sendiri. Perasaan itu, selalu saja berubah sepanjang hidupnya. Perasaan itulah yang membentuk dirinya hari ini. Baik, jahat, suka, benci, bahagia, marah, lega, sesak, senang, menderita, tawa, tangis, riang, luka, ceria, trauma, gembira, kecewa, semua itu yang menjadikan ia manusia. Semua itu yang mengisi hidupku, hidupmu, hidup setiap orang. Kadang datang bergantian, kadang bersamaan. Itu juga yang mengiringi kita, sampai kepada bentuk kita saat ini, hari ini, hari di mana kamu membaca ini, dengan suaraku terbayang di kepalamu, dengan senyum sumringah terlukis di wajah manismu, terapit oleh pipi besarmu yang menggemaskan itu. Sementara aku sendiri saat menulis ini sembari membayangkan apa yang aku tulis pada kalimat sebelum ini. Meskipun ada prakiraan cuaca, hujan kadang muncul tiba-tiba tanpa terduga. Atau, tiba-tiba panas terik menyengat muncul pada siang hari di tengah musim hujan. Yang ingin aku k

Cerita Tentang Seorang Laki-laki yang Sedang Duduk Sendiri

Aku suka duduk sendiri dan merenung Sesekali aku menepi Mengisi kursi kosong Di taman; di trotoar; di pikiranmu Tidak ada siapa-siapa di kanan-kiriku Hanya dedaunan gugur layu Tertiup terbang bersama debu Suara angin menderu Hanya aku dan pikiranmu Aku tenggelam tenang Membayangkan seumur hidup kelak bersamamu Tenang berpindah senang Merasakanmu mendaratkan pelukanmu Senang bergeser menang Hari kemenangan bukanlah lebaran Tapi saat di mana kamu menenggelamkanku Ke dalam pelukanmu Pikiranku mengoceh tak jelas Tersenyum sendiri terbayang Bahagianya hari ini aku adalah bagianmu Kamu adalah bagianku Tuturku tak karuan begini Sampai kamu tidak mengerti Satu yang perlu kamu mengerti: Aku menyayangimu tanpa henti Aku masih duduk sendiri Tadinya sempat bersama luka Tapi sudah kuusir pergi Karena aku dan kamu ingin bahagia Sudah cukup berbicara sendiri Mentari berpindah ke belahan bumi lain Waktunya berdiri dan pulang Kembali padamu yan

10 Juni (Our Journey)

Tahun ini sangat berat, ya? Semua bentuk musibah yang bisa terbayang di kepalamu, mereka bergabung jadi satu, lalu menghantam tubuh kita keras-keras. Tentu saja kita terhempas, terpisah menjadi kepingan-kepingan kecil, dan tak lagi menjadi satu. Kamu pergi ke pelukan yang lama, aku kembali dengan kesendirianku. Bedanya, kita sama-sama tidak menjadi diri sendiri, seperti ada orang lain yang mengendalikan tubuh kita. Aku sama sekali tidak mengenali sifat dan sikap yang kamu tunjukkan. Aku juga tidak mengenali diriku sendiri, yang berubah wujud menjadi sosok laki-laki depresi, yang di kepalanya hanya ada keinginan untuk bunuh diri. Aku pernah sempat beberapa kali membayangkan, bagaimana jadinya jika di masa depan aku tidak lagi bersamamu. Ternyata aku tidak perlu susah payah membayangkannya, aku mengalaminya sendiri. Ternyata rasanya jauh lebih buruk dari yang aku duga. Perasaan dan pengalaman itu, kalau bisa aku tidak ingin mengalaminya lagi. Mungkin aku akan benar-benar meng

Sebuah Permintaan Maaf

Kepada kamu,  Aku minta maaf. Kamu benar, aku mengglorifikasi traumaku. Kamu lagi-lagi benar, aku adalah racun. Aku tidak akan berusaha membela diri atau mengelak setiap perkataanmu. Aku menyadari kekeliruanku. Aku mengetahui bahwa aku salah. Aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk memanfaatkan rasa bersalahmu. Aku tidak pernah punya niat sejahat itu. Aku sadar, memintamu untuk berkali-kali mengucapkan maaf hanya akan memperbesar egoku. Aku bukannya diam saja dan membiarkan diriku dikalahkan oleh trauma. Aku selalu melawannya setiap kali perasaan itu muncul. Tapi aku tidak selalu menang, ada kalanya aku kalah. Rasa sakitnya sangat nyata, seperti benar-benar tertusuk oleh benda tajam. Padahal yang menusuk adalah pikiranku sendiri. Aku mengerti, kamu pasti lelah menghadapi situasi seperti ini berulang kali. Ini juga bukan keinginanku. Aku tidak pernah berkeinginan untuk menjadi seperti ini. Aku tidak pernah satu kali pun mempunyai keinginan untuk saling menyaki

Masa Depan, Ketidaktahuan, dan Ketakutan

Pernahkah kamu memikirkan bagaimana jadinya kita nanti di masa depan? Terkadang aku melakukannya. Berbagai kemungkinan yang akan terjadi  di masa depan sangat tidak terbatas. Sejujurnya aku takut, terutama ketika memikirkan bagian terburuknya. Aku tidak tahu akan seperti apa aku lima tahun lagi, sepuluh tahun lagi, dua puluh tahun lagi. Tidak ada yang bisa mengetahuinya. Ketidaktahuan itulah yang membuatku takut. Aku takut sekali hal yang sangat buruk terjadi pada diriku di masa depan nanti. Aku sangat takut kehilanganmu lagi. Entah kamu pergi dengan orang lain, atau pergi ke dunia lain. Yang jelas, aku tidak dapat menemui lagi, sebagai pasanganku. Apakah kamu memiliki ketakutan yang sama? Tetapi, di balik rasa takut itu, tersimpan keberanian yang lebih besar. Aku masih ingat ketika pertama kali aku jatuh cinta kepadamu. Pagi itu aku sedang melihat ke arah pintu masuk kelas, lalu tak lama kamu datang dan masuk ke kelas, berjalan menuju meja paling belakang,

Feel Alive

Aku telah egois. Jika saja hari itu aku benar-benar mati. Mungkin hari ini tidurmu tidak akan pernah nyenyak. Perasaan bersalah itu, pasti selalu menghantuimu, menjadi mimpi burukmu di setiap malam. Meskipun saat itu kamu mengatakan bahwa kamu sudah tidak mencintaiku lagi. Meskipun mungkin saat ini kamu sedang berada di pelukannya kembali. Tidak mungkin bila kamu tidak menangisiku setiap hari. Pasti kamu akan mengutuk dirimu sendiri, kamu pasti membenci dirimu sendiri. Mungkin kamu adalah orang yang akan paling rajin mendatangi makamku. Kamu mungkin akan mengalami penyesalan terbesar dalam hidupmu. Hari-harimu pasti berantakan. Kuliahmu tidak berjalan lancar. Kamu hanya bisa menyesal dan menangis. Kamu akan merasa menjadi orang paling jahat yang pernah ada. Kamu mungkin akan menjadi orang yang sangat merindukan keberadaanku, karena akulah yang selalu menemani hari-harimu dalam hampir tujuh tahun ke belakang. Aku mendampingimu bertumbuh. Lalu tiba-tiba kamu harus bertumbuh

Merindu dan Harapan Agar Kamu Baik-baik Saja

Dipaksa untuk berpisah darimu membuat setiap pertemuan kita terasa semakin berharga. Pernahkah kamu menyisihkan sebentar waktumu untuk merenungkan apa yang telah terjadi di antara kita? Aku sering. Bernostalgia, entah berwujud kenangan pahit atau bahagia. Entah berakhir tangis atau tawa. Aku masih ingat bagaimana kita menjadi dekat. Bagaimana setiap pelukmu terasa hangat. Bagaimana senyummu menjadi tenaga penyemangat. Bagaimana akhirnya kita tak hanya menjadi dekat, tapi berujung lekat. Karenamu, aku belajar menjadi dewasa. Bersamamu, aku belajar menjadi manusia. Denganmu, aku belajar menderita. Darimu, aku belajar berbahagia. Bagiku, kamu adalah segalanya. Aku tidak berlebihan juga tidak sedang mengada-ada. Kamu lihat sendiri bagaimana aku memperlakukanmu sehari-harinya. Kamu rasakan sendiri bagaimana aku menganggapmu istimewa. Kita pernah gagal. Itu menyakitkan bukan? Yang awalnya berkawan, ujungnya berlawan.  Kita pernah berdiri di

Duduk Sendirian dan Perasaan Ditinggalkan

Langit lebih gelap dari biasanya Udaranya dingin dan menusuk Tapi tidak dengan orang lain Hanya mendung di atas kepalaku saja Matahari menyinari seluruh kota siang itu Tapi tidak berlaku bagiku Ia enggan menyinariku lagi Aku hanya beban baginya Resah, aku bertanya salahku apa Tidak ada yang punya kunci jawabannya Aku kehabisan waktu menyelesaikannya Nilaiku nol di matanya Gelisah, aku berusaha menjawab sendiri Pikirku perbaikan masih bisa terjadi Harapku cemas Lututku lemas Aku menghampiri kaca yang terpaku di dinding Terlihat wajah putus asa, harap-harap cemas Kaca pun enggan menunjukkan keindahan Hanya terpantul ketakutan dan kegagalan Aku berjalan ke sisi berlawanan Sekarang sudah sendirian Tempatku bersandar telah disita pemilik sesungguhnya Tempatku berteduh telah melindungi yang lain Seutas tali menjuntai dari atas pohon "Bergantung saja padaku," katanya Tidak lagi ada tempat untuk bergantung Hanya seutas tali yang peduli Aku mengh

Bagaimana Jika

Terkadang aku suka membayangkan, kemungkinan apa saja yang akan terjadi di dalam hidupku. Masa depan seperti apa yang akan aku hadapi. Masa lalu seperti apa yang kemudian akan aku tulis. Esok hari, lusa, dan seterusnya, akan seperti apa. Apakah aku besok akan bahagia, atau melukiskan luka baru di dada, tidak tahu. Bayangkan saja, bagaimana jika. Bagaimana jika: Aku mati lebih dulu. Matahari tetap terbit dari timur. Ayam tetap berkokok di pagi hari. Tapi aku tidak lagi di sana, untuk mengucapkan selamat pagi kepadamu. Bukan karena aku bangun kesiangan lagi seperti kemarin, tapi aku memang sudah tidak ada. Mungkin kamu akan bahagia tanpa pernah melihatku lagi, atau sebaliknya, menangisi kepergianku seumur hidupmu. Aku tidak tahu. Bagaimana jika: Kamu tidak pulang. Aku duduk di kursi depan rumah, sambil menatap langit. Akhir-akhir ini cuaca sering tidak bagus. Mendung sepanjang hari. Angin bertiup kencang, menghempas dedaunan. Sebetulnya memang sedang musim penghu

It's You that I Adore

Look at you tonight So beautiful I say it everytime I hope you don’t mind Because you’re truly beautiful Take a walk with me Allow me to hold your tiny hand Stay beside me Close beside me I’ll cherish every moment I spend with you When I am feeling blue Let me look at you The smile on your face Throw the bad away easily When I am feeling bad Let me hug you The smell of your lovely hair Keep me warm Keep me calm You must know it's you that I adore You were meant for me You will always be It's always been you

Kepingan Puzzle yang Aku Cari

Aku selalu memimpikan, suatu saat aku akan menikahi seorang perempuan yang akan menjadi sahabat terbaikku sampai tua. Sejak kecil hingga hari ini, banyak orang silih berganti hadir di dalam perjalanan hidupku. Yang pernah dekat, ada yang tetap dekat, tapi tak sedikit pula yang menjadi asing. Begitulah relasi antara manusia terjalin. Ada yang tetap kuat mengikat, ada yang putus, lepas, hingga bersekat. Tak ada yang abadi, begitu kata Peterpan. Namun, aku percaya, bahwa akan ada satu orang yang setia berdiri di sampingmu, dan meyakinkanmu bahwa semuanya akan baik-baik saja. Di saat semua pergi meninggalkanmu ketika kamu terjatuh, dialah yang satu-satunya hadir, mengulurkan tangan, memberikan bantuan. Memberitahukanmu bahwa kamu tidak sendirian. Semoga kamulah orangnya. Semoga kamu bersedia untuk itu. Semoga kamu adalah kepingan puzzle untuk melengkapi gambaran utuh tentang hidupku. Kamu, menjadi alasan mengapa aku harus tetap hidup apapun yang terjadi, agar kita bisa terus mel

Rumahmu bukan di sana, tapi di sini

Membosankan, menghabiskan waktu di rumah yang sama setiap hari. Berbaring, menatap langit-langit kamar yang sama, begitu-gitu saja. Dindingnya? Ya begitu saja, memang berharap apa? Dari Juni pertama, sampai bertemu Juni yang kelima, duduk di ruangan yang ini-ini lagi, mungkin bosan juga. Ia menatap kaca yang tertancap di dinding, cukup lama. Tertangkap wajah ragu. Lalu sosok yang terpantul pada kaca itu berpikir: "Mungkin pergi saja?" Esok paginya ia mengemas pakaian, dan bekal seadanya, tergesa-gesa ia pergi dari rumah itu, rumah yang menemaninya tumbuh sampai hari itu, tanpa sempat ia bereskan dahulu. Rumah itu ditinggal berantakan, tak berpenghuni lagi. Bingung mau merebahkan tubuhnya ke mana, ia mampir ke rumah yang sudah lima tahun ia tak acuhkan. Rumah itu sejatinya telah rusak dan tidak layak ditinggali lagi. Sampai di sana, ia liat rumah itu sepertinya telah direnovasi. Ia percaya, rumah itu telah lebih baik, walaupun selama ia tinggali dahulu seringkali