Rasanya masih sama...
Lagi-lagi tidurku berantakan. Semenjak liburan, ditambah lagi harus sahur selama Ramadan kemarin membuat tidurku menjadi kacau. Kupikir setelah kemarin bisa tidur dengan benar maka hari ini juga akan demikian. Ternyata aku salah. Jadi dengan terpaksa aku harus kembali untuk menghabiskan waktu malam tanpa tidur lagi deh, hehe. Maafkan aku.
Biasanya ketika aku tidak tau harus melakukan apa, aku akan merenung, atau bahasa kerennya, bengong. Memperhatikan sekitar, mendengarkan suara dengkuran kucing yang menumpang tidur di rumah, menatap langit-langit kamar, yang pada ujungnya pasti berhenti pada memikirkan kamu. Jangan geer, tapi sejujurnya aku memang tidak pernah bisa berhenti untuk memikirkan kamu.
Aku selalu memikirkan kamu.
Apa yang aku pikirkan tidak menentu dan tidak direncanakan. Aku memikirkan apa pun, selama itu masih tentang kamu. Seperti memikirkan betapa menyebalkannya dirimu ketika ngambek dan bete tidak jelas, sampai-sampai jutek terhadapku. Dirimu yang ketus itu, sungguh sangat menyebalkan. Huh.
Tidak selalu tentang yang jelek-jelek, jauh lebih sering tentang yang baik-baik. Misalnya memikirkan senyumanmu yang selalu membuat jantungku memompa darah lebih cepat dari biasanya itu, memikirkan bagaimana dirimu memperlakukanku dengan baik hingga saat ini, atau yang lebih berat yakni memikirkan masa depan antara aku dan kamu. Terdengar menjijikan, tetapi aku hanya berusaha jujur untuk menyampaikan apa yang ada di kepalaku.
Kamu tau tidak, aku sudah melakukan ini semenjak kita dekat dulu, sebelum kita akhirnya memutuskan untuk maju selangkah lebih jauh sebagai pasangan. Wajah manismu, tawamu yang keras dan lucu, kepolosanmu dalam menanggapi setiap ucapanku, hingga lambannya dirimu dalam merespon kata demi kata yang aku ucapkan, alias lemot, sering kali aku memikirkannya ketika sedang sendirian. Sebenarnya aku malu untuk mengungkapkan ini. Aku salah tingkah ketika sedang mengetik ini, tau. Dasar menyebalkan.
Perasaan ini, meski sudah dibawa ke dalam dimensi waktu yang berbeda dari pertama kali kita bertemu, rasanya tetap sama. Apakah kamu merasakannya juga? Ribuan kupu-kupu yang menggerayangi perutmu? Pegal di pipi karena terlalu banyak tersenyum? Rasanya masih sama, bahkan kadang lebih parah. Atau rasa kangen yang kadang terlalu kuat hingga rasanya ingin menangis karena sulit sekali untuk bertemu. Apakah kamu juga merasakan hal yang sama? Atau mendapatkan rasa sakit karena cemburu yang berlebihan, yang sulit sekali untuk dihilangkan walaupun kita tau itu akan berakibat buruk? Apakah kamu juga begitu? Terdengar klise, sih, tapi rasanya seperti baru pertama kali berpacaran denganmu.
Aku senang bisa dipertemukan denganmu dalam satu kelas. Bisa dekat dan duduk di sebelahmu di sekolah secara tidak sengaja, karena kebetulan undiannya membuat kita seperti itu, sehingga kita semakin saling mengenal. Aku juga merasa beruntung karena kamu nekat untuk mengajakku nge-date (tunggu, apakah itu bisa dianggap sebagai first date?), walaupun aku yang harus membayar tiket bioskopmu juga dan dijadikan pelarian atas cinta lamamu yang terombang-ambing tidak jelas seperti tahi di sungai. Dasar curang, huh. Meskipun begitu, kenangan yang tercipta jauh lebih mahal dari sekadar harga tiket bioskop. Jadi, aku ikhlaskan. Seharusnya kamu berterima kasih padaku, dasar bokong besar. 😝
Tidak pernah terpikir olehku akan mencintai perempuan sepertimu di dalam hidupku. Tiba-tiba perasaan itu datang begitu saja seiring dengan seringnya kita melakukan banyak hal dan tertawa bersama. Bahkan sampai hari ini, setelah begitu banyak kenangan yang kita ciptakan. Yang jelas, aku akan berusaha untuk terus mempertahankan ini, memperbaiki ini, membuatnya menjadi baik, atau jauh lebih baik. Kamu mau membantu, kan?
Mohon bantuannya, ya. 😁
Comments
Post a Comment