Bulan yang terik mengantarku berjalan di sela-sela keheningan. Udara terasa tajam seperti duri yang menusuk. Diiringi kabut tebal yang menari-nari di antara dedaunan. Kemudian aku dijebloskan ke dalam kurungan imajinasi. Yang kulihat pertama kali adalah sebuah sofa panjang berwarna abu-abu. Ada kamu yang melambaikan tangan kanan, berusaha menyeretku duduk di sebelahmu menggunakan senyum dengan takaran manis yang membuat siapa saja bisa tewas karena overdosis.
Kemudian aku duduk. Rasanya tegang sekali. Jantungku memompa darah ke arah pembuluh yang salah. Bahkan organ tubuhku saja lupa untuk menjadi normal. Kemudian kita bercengkrama. Kamu memulai percakapan dengan bertanya bagaimana kabarku. Aku diam. Lama sekali. Aku tewas overdosis.
Lalu aku bangun dan tersadar, bahwa kita sedang tidak bertemu.
Bahwa aku hanya terperangkap pikiran sendiri.
Bahwa aku merindukanmu.
Comments
Post a Comment