Jam 1 pagi, ditemani merdunya pita suara para musisi yang karyanya dibajak dan tersimpan di laptopku secara ilegal, serta kebisingan kipas angin di kamar tempatku biasa mengurung diri, aku merenungkan banyak hal. Berkontemplasi, menghasilkan imajinasi liar, yang kemudian semuanya bermuara pada satu hal: memikirkan kamu. Sehari tanpa dihinggapi kamu di kepala seperti paru-paru tanpa udara, Jakarta tanpa macet, atau memasak Indomie rasa kari ayam tanpa setetes pun air; sulit dimengerti.
Ke sana ke mari, berlari hingga seribu kali mengitari bumi. Keringat menetes tiada henti, mengairi selokan, membanjiri jalan. Terbang menembus lapisan atmosfer paling tinggi, hingga oksigen tidak bisa dihirup lagi, mati terombang ambing di luar angkasa sendiri. Atau tenggelam hingga terperangkap di palung paling dalam, menembus mayat-mayat yang membusuk, berenang-renang hingga kemudian hanyut sampai hangus ditelan perut bumi. Di antara pemikiran absurd yang terlintas di kepala, terselip senyum kamu, yang entah bagaimana bisa, membuatku lebih gila daripada pemikiran-pemikiran gila pada kalimat-kalimat barusan.
Aku bangun dari pemikiran di luar akal, lalu pandanganku mengarah pada cetakan foto-foto kamu yang kujejerkan dalam rak buku, tepat di atas meja belajarku. Tempat yang kurasa sangat cocok untuk dihiasi pipi menggemaskanmu itu. Saat aku mulai merasa malas belajar, enggan membaca buku, apa lagi untuk segera menyelesaikan tugas-tugasku, kamu hadir seperti pengingat jika di masa depan ada sosok pendamping hebat yang harus aku nafkahi.
Mataku semakin berat. Dadaku mulai sesak. Organ tubuh yang lain juga serentak berorasi untuk memintaku tidur. Lalu aku berusaha untuk menyelesaikan tulisan ini. Setelahnya aku melompat ke atas tempat tidur. Berbaring, berusaha memejamkan mata, bersama renungan tentang kamu yang belum dan tidak akan pernah selesai. Yang kemudian aku gandeng hingga terperangkap dalam dunia mimpi.
Yang kemudian semuanya bermuara pada satu hal: memikirkan kamu.
Mataku semakin berat. Dadaku mulai sesak. Organ tubuh yang lain juga serentak berorasi untuk memintaku tidur. Lalu aku berusaha untuk menyelesaikan tulisan ini. Setelahnya aku melompat ke atas tempat tidur. Berbaring, berusaha memejamkan mata, bersama renungan tentang kamu yang belum dan tidak akan pernah selesai. Yang kemudian aku gandeng hingga terperangkap dalam dunia mimpi.
Yang kemudian semuanya bermuara pada satu hal: memikirkan kamu.
Comments
Post a Comment