Tugas sekolah yang harus kukerjakan membuatku kembali
terlambat untuk menenggelamkan diri dalam lautan mimpi. Aku harus
menyelesaikannya jika tidak ingin mendengar sambaran petir bernada sarkastik
dari guru yang menjengkelkan itu. Akhirnya aku malah jadi susah tidur.
Aku mencoba menyelesaikan tugas itu secepat mungkin. Namun pekerjaanku
berhenti tepat setelah aku menekan tombol power
telepon genggamku dan melirik ke halaman depannya. Aku menemukan sebuah foto
seorang perempuan cantik yang sama persis seperti perempuan yang senang
mondar-mandir di dalam kepalaku. Aku menatapnya dalam, memperhatikan seluruh
bagian wajahnya yang nampak pada foto itu tanpa celah. Jantungku memompa darah
lebih cepat, jauh dari kereta api supercepat yang pernah diciptakan di dunia setelah
aku mengusap-usap pipi perempuan itu pada layar telepon genggamku sambil
membayangkan kenangan-kenanganku bersamanya. Perbedaan antara aku dengan pria
gila yang sering mabuk di emperan toko semakin tidak terlihat. Perempuan itu
membuatku mabuk.
Aku bahkan merasa jauh lebih gila daripada orang gila
setelah aku menyadari bahwa aku sudah tersenyum sendiri selama lebih dari
semenit. Mungkin orang gila akan menertawaiku bila dia melihatku. Bukan karena
dia menganggapku gila, tapi memang pekerjaan orang gila adalah menertawai orang
lain. Aku bilang begitu karena begitulah sosok orang gila yang aku lihat dalam film-film Jackie Chan; suka mabuk sambil tertawa sendirian. Meskipun begitu,
aku tidak merasa sepenuhnya gila. Karena aku lebih sering tertawa bersama
perempuan yang aku ceritakan tadi dibanding tertawa sendiri. Aku selalu merasa bahagia tiap kali mendapat kesempatan untuk berbagi tawa dengannya.
Terlalu lama berkhayal membuatku melupakan tugas yang harus
segera kuselesaikan. Aku segera meletakkan telepon genggamku, kembali
menggenggam pena yang tintanya sudah diambang kematian, dan kembali merangkai
huruf-huruf dengan bahasa yang sukar dimengerti menggunakan font yang hanya aku yang bisa
menuliskannya.
Semoga perempuan pada layar depan telepon genggamku juga
hanya aku yang bisa menuliskannya.
Menuliskan kisah bersamanya pada lembaran kehidupan dengan
pena yang tintanya tidak mengenal kematian.
Note: Ditulis saat ayam jantan pertama kali berkokok pada
jam satu pagi. Aku menyempatkan diri untuk mandi saat jam di telepon genggamku
menunjukkan angka nol agar bisa menulis dengan baik. Tugasku juga sudah selesai
sebelum hari berganti.
duhhh tulisannya bagus, Dhik. tumben lo biasanya ngelawak mulu kek sule.
ReplyDeleteudah mulai berubah arah dan haluan nih nulisnya??
Eh ada Kak Ucup. Makasih, kak! Ini mah bukan blog buat ngelawak kak. Kalo yang ngelawak mah blog yang satunya lagi.
DeleteBukan berubah arah dan haluan, lebih tepatnya nambah arah dan haluan biar makin mateng tulisannya hehe.