Jujur, masa lalumu memang sangat menjadi
beban buatku. Hubungan yang pernah kamu jalani hingga bertahun-tahun lamanya
membuat pikiranku menjadi sering mengada-ada. Apalagi kamu pernah—atau bahkan sering—melakukan hal yang belum pernah
kulakukan sebelumnya. Itu cukup membuatku terpukul.
Aku selalu berusaha untuk
memaafkan hal itu, tetapi pikiran negatif itu terus ada. Aku selalu benci
mengapa pengaruh negatif selalu lebih kuat dibanding yang positif. Padahal kamu
selalu menjelaskan berulang kali jika kamu tak pernah melakukan hal-hal yang
terlampau jauh dengannya, tapi tetap saja egoku memaksa agar kamu terus
menjelaskan hal yang sebenarnya tidak perlu. Jika bukan karena aku takut kamu
mencintai lelaki lain, mungkin sedari dulu aku sudah menancapkan diriku sendiri
ke tumpukan paku. Aku sudah sangat lelah menjadi pribadi yang seegois ini.
Aku terlalu handal untuk
mencemburuimu. Hal sepele seperti ucapan selamat pagi saja bisa membuat dadaku
seperti sedang diblender menggunakan gergaji mesin; sangat perih. Tapi meskipun
kadang masih saja cemburu, aku akan berusaha sekuat mungkin untuk berdamai
dengan masa lalumu. Karena aku sadar, ada hal yang jauh lebih penting daripada
terus-terusan terperangkap dalam lubang masa lalumu yang gelap, yaitu membahagiakanmu
hingga sujudku tak lagi mampu terselipkan namamu.
Maafkan segala
keegoisanku. Maaf jika kamu harus selalu bersabar dalam menghadapiku. Maaf jika
aku selalu saja mengungkit-ngungkit kisah pahit masa lalumu. Aku
sungguh-sungguh minta maaf.
Aku selalu percaya semua
yang indah tak pernah bisa didapat dengan mudah. Semua yang
berarti, menuntut untuk korbankan diri. Biarlah masa lalumu mencambuk
hati, agar aku tak lagi mampu untuk menyakiti. Biar pun dicambuk hingga mati,
tetap hanya kau lah yang selalu di hati, untuk aku cintai.
Comments
Post a Comment