1. Prolog
Tulisan ini mungkin kisah nyata, mungkin dilebih-lebihkan, mungkin juga banyak hal yang belum sempat diceritakan sehingga terasa kurang. Tidak perlu percaya atau curiga, cukup dibaca saja.
1.1 Hidup
Pernahkah kamu, sekali waktu di dalam hidupmu, bertanya-tanya mengapa kamu dilahirkan? Mengapa kamu harus hidup?
Aku bisa dibilang cukup sering bertanya demikian. Jika bisa memilih, lebih baik aku tidak pernah dilahirkan. Lebih baik aku tidak sempat untuk bertanya-tanya akan hal itu karena aku tidak pernah tau apa itu dunia, apa itu hidup. Karena aku memang tidak mau ada, jika pilihan itu tersedia.
Bagaimana tidak, dunia ini jahat. Kamu juga pasti sudah tau itu. Dunia tidak pernah berjalan seperti apa yang kita mau. Dunia punya maunya sendiri, dan selalu bertentangan dengan apa yang seharusnya kita dapatkan. Bagiku, itu menyiksa.
Mungkin terdengar pesimis sekali, seakan tidak ada jalan keluar dari sana, seakan tidak ada cahaya yang dapat menerangi celah-celah kecil di langit-langit gua. Tapi memang itu yang seringkali aku rasakan. Dunia senang menampilkan sisi gelapnya padaku. Mungkin menyiksa seseorang sepertiku dapat membuatnya senang. Entahlah, aku tidak mengerti apa-apa tentang bagaimana dunia ini berjalan, hendak ke mana dia, apa maunya. Yang jelas, aku masih dibiarkan hidup di dalamnya, mungkin untuk tersiksa lebih lama lagi.
Aku menyukai hal-hal baik. Sejak kecil aku diajarkan apa itu baik, dan aku selalu berusaha untuk menjadi orang baik. Tidak pernah terbesit di kepalaku sekalipun untuk menjadi nakal atau berada sebaris dengan para penjahat. Ya, aku tumbuh dengan kenaifan semacam itu. Aku sangat mengistimewakan kebaikan. Tapi apa yang aku dapat? Aku tidak jarang mendapat perlakuan tidak baik dari orang-orang di sekelilingku. Pernahkah kamu dimusuhi atas perbuatan yang tidak pernah kamu lakukan? Aku pernah. "Dikacangin", istilah mereka. Jadi aku sudah biasa memang bermain sendirian. Entah apa salahku waktu itu. Tapi aku memaklumi, pikiran anak-anak memang cenderung bodoh dan tidak rasional. Itu baru satu kepingan cerita dari seluruh cerita hidupku sampai hari ini. Tapi itu saja sudah cukup bagiku untuk berpikir bahwa memberi kebaikan tidak sama dengan menerima kebaikan. Menjadikan diri baik belum tentu juga akan dijadikan baik oleh yang lain. Dunia belum tentu juga akan berbuat baik padamu sekalipun kamu demikian. Merenungkan itu membawaku kepada pertanyaan tentang keadilan.
Adil? Apakah sesuatu yang disebut adil itu benar-benar ada? Atau cuma konsep keren buatan manusia? Semua hal yang aku lihat dan hidupi setiap hari, di TV, di jalan, di Internet, dan di manapun aku sedang berada, sudah pasti ada saja kejadian yang menunjukkan ketidakadilan. Tidak perlulah aku sebut satu per satu ketidakadilan apa saja yang terjadi, karena terlalu mudah untuk ditemukan, yang jelas hal baik tidak selalu dibalas dengan hal baik.
1.2 Harapan
Aku tentu masih punya harapan. Meskipun aku seringkali menyerah dan merasa semuanya sudah selesai, di dalam hatiku masih tersimpan harapan-harapan tentang dunia yang jahat ini. Aku masih ingin terus menjadi orang baik, bahkan lebih baik lagi, setidaknya meskipun hampir semua hal yang ada di dunia ini jahat, setidaknya aku bukan salah satunya. Setidaknya walaupun bukan versi baik bagi semua orang, aku masih menjadi orang baik bagi diriku sendiri. Mendapatkan hidup yang baik berarti juga harus menjadi pribadi yang baik. Ya, aku masih hidup dalam kenaifan yang sama, meskipun aku tau bahwa itu sangat naif.
Setidaknya aku masih bisa berharap akan suatu hal.
1.3 Motivasi
Hal yang mendorong aku untuk tetap berdiri tegak dan menatap ke depan saat ini adalah dirimu, yang juga melakukan hal yang sama tepat di sebelahku. Genggaman kita yang tidak akan pernah lepas ini sangat berarti bagiku, karena membuatku sadar bahwa aku tidak berjalan sendirian. Ada seseorang yang sama-sama dalam keadaan sulit dan kebingungan. "kalo bingung makanya pegangan", pernah mendengar hal itu atau bahkan mengucapkannya sendiri? Aku sedang melakukannya. Setidaknya meskipun masih bingung, aku tidak bingung sendirian, masih ada kamu untuk menemaniku bingung bersama. Percayalah, sendirian itu tidak enak, karena aku sering sendirian.
1.4 Epilog
Tidak akan ada bosan-bosannya aku mengatakan hal ini kepadamu: terima kasih. Terima kasih telah meluangkan waktu berhargamu untuk membaca tulisan ini sampai habis. Semoga kamu mendapatkan sesuatu, sehingga waktumu tidak betul-betul terbuang begitu saja.
Terima kasih telah menolongku, membuatku berharap dan terdorong untuk terus ada. Tidak jarang aku terperosok di dalam jurang dan merasa nyaman di dalamnya, tetapi kamu tidak pernah bosan untuk datang dan menyalurkan tangan. Jangan pernah lelah ya, aku tidak punya siapa-siapa lagi untuk digenggam.
Mungkin sampai sini dulu, nanti aku akan bercerita lagi.
Comments
Post a Comment