Skip to main content

Gelisah Pukul Satu Pagi

Aku datang lagi.

Sudah cukup lama jemari ini berhenti menari. Sampai kata-kata yang berlari-lari kecil di kepala berakhir besar dan jenuh hingga meledak sendiri. Karena kamu sudah di sini, izinkan aku untuk bercerita kembali. Tentang isi pikiranku, kita, dan apa yang sudah terlewati.
Terima kasih telah meluangkan menit-menit berhargamu untuk datang ke sini. Bersantailah, letakkan bokongmu pada sandaran paling nyaman. Bacalah kata demi kata dengan perlahan, sambil membayangkan kejadian apa yang sedang aku berusaha gambarkan.

Kacau.

Suasana hatiku sedang rutin sekali berada pada pijakan yang tak tentu arah. Seringkali mengikuti arus, tetapi tak jarang juga melawan angin. Kedinginan. Kepanasan. Basah. Terik. Layu. Lemah. Aku tak tau sebenarnya harus bersikap bagaimana dan pergi ke mana. Akhirnya berdiam diri, sendiri, di gelap malam, tak ke mana-mana.

Kamu.

Tujuannya cuma satu, kamu. Tujuan itu kadang jelas, tepat digenggaman, tepat di ujung tatapan, tepat di mana aku tau ke mana harus pulang. Di situ aku merasa tenang, karena aku sedang dilindungi oleh tempat di mana seharusnya aku tinggal, tempat yang membuatku merasa aman. Tidak perlu takut apa-apa lagi, kamu ada di sini, di sampingku. Jemari kita saling menjahit, merekatkan. Mendekatkan.

Hilang.

Ketika sosok kamu (seperti yang tertulis sebelumnya) kembali ke duniamu sendiri, yang tidak perlu ada aku di dalamnya, maka dengan itu aku sudah berjalan terlalu jauh sampai tidak tau harus ke mana aku pulang. Kebingungan, tersesat, dan takut. Dunia berbeda yang kamu hidupi membuatku merasa terasing dengan rumahku sendiri. Aku orang asing yang menumpang menginap di rumahku sendiri. Tamu di rumah sendiri. Terasing dari tempat yang paling mengerti dirimu tentu rasanya mengerikan.

Kamu harus apa? Tidak ada.

Kita harus apa? Tidak ada.

Aku? Urusanku.

Ada kalanya hal terjadi secara tidak rasional. Meskipun logika memberitahumu hal yang benar, nyatanya suasana hatimu tetap tidak nyaman, kemudian merengek seperti seorang anak yang sedang tantrum. Kadang aku pun tidak bisa lepas dari sikap itu. Aku masih saja merengek, meminta untuk dimengerti, tanpa mau mengerti. Memang, manusia itu pada dasarnya egois, aku pun demikian.

Di tengah kebingungan dan ketidakjelasan, seseorang di dunia digital dengan bijak memberiku penerangan, ia bilang: "Pada akhirnya yang kau butuh adalah mereka-mereka yang sanggup menerimamu apa adanya. Membuatmu bebas menjadi dirimu sendiri. Berbicara banyak tanpa takut untuk dihakimi. Memeluk erat, tanpa harus sibuk bertanya apa yang terjadi hari ini."

Aku sudah berbicara terlalu banyak, sekarang waktunya untuk membuatmu merasa bebas ketika menghidupi duniamu sendiri, yang terkadang memang tidak perlu kehadiranku.



Catatan: kamu tidak perlu mengerti apa yang telah aku tulis. Aku hanya ingin menuangkan emosiku dalam kata-kata. Aku hanya ingin lepas. Lega. Dan tenang. Aku hanya ingin bernapas seperti biasa.

Comments

Popular posts from this blog

Masa Depan dan Misteri

Entah apa yang akan kita temui di depan sana nantinya. Aku juga tidak tahu. Hanya bisa menerka-nerka sesuatu yang belum pasti. Berkhayal akan terjadi apa di sana. Bermimpi akan seperti apa seharusnya hal itu terjadi. Namun ada satu hal penting yang sangat aku inginkan untuk terjadi: di waktu yang akan datang, aku dan kamu masih terus berjalan beriringan. Tentu saja masa depan tetap sulit ditebak, sedetail apa pun kamu memimpikannya. Bahkan jika kamu berhasil menghitung seluruh tetesan hujan yang jatuh ke tanah pada hari Kamis dari pukul dua siang hingga empat sore di dalam mimpimu itu. Pasti tetap akan ada yang meleset. Lalu berakhir pada ketakutan jika yang terjadi tidak sesuai harapan. Apa lagi jika yang terjadi malah jauh dari apa yang diinginkan. Tentu saja itu menyakitkan untuk dipikirkan. Tapi kamu tidak perlu khawatir berlebihan. Kita memang tidak bisa tau apa yang akan terjadi di depan sana, sebelum kita benar-benar bisa sampai ke sana dengan mengikuti sistem wa

Aku Kangen Kamu

Aku kangen kamu. Aku kangen duduk di sampingmu, lalu kita mulai membicarakan banyak hal; mulai dari yang remeh-temeh sampai ke hal yang serius. Aku kangen bercanda bersamamu. Aku kangen tertawa bersamamu. Aku kangen dengan candaanmu yang menggoda itu. :p Aku kangen dengan tangan isengmu yang suka mengelitikiku itu. Aku kangen suaramu yang selalu mampu melelehkanku. Aku kangen senyumanmu yang selalu berhasil membuatku lupa akan caranya berpijak di lantai. Aku kangen ketika kamu mulai mengeluh kelilipan di jalan saat kita sedang duduk berdua di sepeda motor Supra Fit butut hadiah dari papaku wkwk :p :p :p Aku kangen untuk membicarakan masa depan 'kita' bersamamu. Aku kangen untuk melayangkan cubitanku di pipimu. Aku kangen untuk mengacak-ngacak wajah dan rambutmu yang cantik itu. Aku kangen untuk menjadi pria manja dihadapanmu. Aku kangen duduk di taman berdua denganmu sembari mengobrol dan berteduh dari teriknya sengatan s

Retrospeksi

Dalam hitungan jam sebentar lagi tahun akan berganti, aku sejujurnya tidak ingin mengatakan kalimat klise ini, tapi menurutku memang ada benarnya juga, bahwa tidak terasa ternyata hari ini kita sudah berada di penghujung tahun, tepat di tanggal terakhir bulan Desember. Bagiku, ini adalah saat yang tepat untuk melakukan kilas balik, untuk mengingat kembali apa saja hal yang sudah kita lalui bersama, apa saja masalah yang sudah kita pecahkan bersama, apa saja kesulitan yang sudah kita hadapi bersama, apa saja kebodohan yang telah kita tertawai bersama, apa saja kejadian menyenangkan yang berakhir dengan senyum semringah kita berdua, juga kejadian lain yang berujung marah, sedih, kecewa, luka; segalanya yang terjadi di tahun ini, yang turut membentuk diri kita hari ini. Cobalah ingat kembali dan terima itu semua sebagai bagian dari dirimu, sekelam atau semenyenangkan apa pun, itulah kepingan-kepingan dalam perjalanan hidupmu yang merangkai kamu saat ini. Hal buruk banyak terjadi, tentu sa