Aku pernah sesekali berpikir, apa jadinya jika hidupku sekarang dilalui tanpa kamu. Satu hal yang terbayang sangat jelas: itu terasa menyakitkan. Aku bahkan tidak sanggup Membayangkannya terlalu lama.
Aku mungkin tidak akan bisa menjadi sebaik sekarang jika bukan karena bantuan darimu. Sedikit-banyak tentu saja kamu mempengaruhi bagaimana aku dalam menjalani hidup. Kehadiranmu seperti bahan bakar semangat bagiku. Ketika aku sedang benar-benar terpuruk, kamu satu-satunya yang datang mengulurkan tangan, juga menyediakan pundak untuk aku tangisi. Ditambah dengan memberikan pelukan yang mampu membantuku untuk bangkit kembali.
Aku selalu takut jika suatu saat harus kehilangan kamu. Tidak peduli jika kamu menganggap ini menjijikan, tapi sejujurnya itulah yang aku rasakan. Kamu seperti pelengkap dari aku yang serba kurang. Kamu ada untuk menyeimbangkan.
Memang tidak jarang kita berselisih paham. Dua kepala dengan dua pemikiran berbeda tentu tidak akan mudah untuk bertemu kata sepakat dalam segala hal. Bahkan pernah sesekali aku membencimu dengan hebat, berharap kamu untuk segera lenyap. Namun itu hanyalah ledakan amarah sesaat. Setelah itu kembali lagi seperti yang aku katakan pada tiga paragraf sebelum ini. Singkatnya, aku butuh kamu.
Tidak melulu menyenangkan, memang. Tetapi jauh lebih tidak menyenangkan lagi ketika kamu tidak ada di sebelahku, meletakkan kepalamu di bahuku, kemudian kupu-kupu berterbangan melintasi isi perutku. Jauh tidak menyenangkan lagi ketika kamu tidak ada untuk mencintaiku. Maka aku bersyukur bahwa hal itu, aku yakin, tidak akan pernah terjadi.
Lagi-lagi, tidak pernah bosan aku mengatakannya kepadamu, terima kasih.
Comments
Post a Comment