Skip to main content

Takdirku adalah kamu

Kamu tau kapan hujan akan turun? Kamu tau kapan meteor akan jatuh ke bumi? Dan apa kamu tau kapan Reza akan mengakhiri kejombloannya? Kita semua nggak ada yang tau. Terutama jawaban dari pertanyaan yang terakhir. Semua pertanyaan itu nggak ada yang mampu memprediksikan kepastiannya. Sama seperti aku dan kamu yang saat ini selalu berjuang bersama-sama untuk membangun 'kita'. Nggak pernah aku sangka sebelumnya jika kita bisa sampai ke tahap yang sejauh ini. Logika kita nggak akan sampai jika harus menelaah bagaimana hal ini bisa terjadi.

Dulu, waktu aku masih sibuk dengan duniaku sendiri, aku tidak pernah berpikir jika aku akan menjalin hubungan semembahagiakan ini bersamamu. Namun saat kita mulai saling kenal dan saling berbicara, perasaan nyaman yang entah dari mana munculnya itu tiba-tiba hadir di tengah-tengah canda tawa kita. Perasaan aneh itu selalu muncul dan semakin menguat setelah kita semakin dekat dan menjadi sahabat. Jatuh cinta dengan sahabat sendiri. Konyol. Tapi itu yang aku rasakan, walaupun aku tidak menyadari bahwa itu yang dinamakan cinta.

Sampai saat ini aku masih ingat betul detail saat pertama kali kita pergi berdua untuk menonton film di TerasKota BSD. Aku masih ingat bagaimana canggungnya diriku saat harus berduaan denganku yang notabene bukan siapa-siapaku saat itu. Kamu membuatku deg-degan dan merasakan seperti ada kupu-kupu yang hinggap di dalam perutku setiap kali aku melihat senyummu yang manis itu. Kamu membuatku salah tingkah. Aku bingung harus melakukan apa. Padahal di sekolah aku tidak pernah canggung untuk berbicara denganmu. Tapi saat pertama kali kita pergi bersama, perasaan aneh yang aku bilang tadi itu semakin meninggi. Dia semakin menunjukkan dominasinya terhadap diriku. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang merasukiku saat itu. Mungkin itu cinta. Bukan mungkin, tapi memang cinta. Aku hanya belum sadar. Lebih tepatnya belum sepenuhnya sadar.

Disadari atau tidak, ternyata aku mulai mencintaimu.

Aku juga masih ingat betul saat pertama kali kita bertengkar hebat. Saat itu aku benar-benar marah kepadamu. Aku selalu memberimu saran dan motivasi supaya kamu pergi meninggalkan dia dan mencari sosok yang lebih pantas lagi untuk membahagiakanmu, tapi upayaku untuk menyelamatkanmu seakan tak ada berharga dan tak berarti apa-apa di matamu. Kamu mengecewakan aku dengan kembali ke pelukannya. Kekecewaanku tanpa kusadari ternyata lebih dari itu; Aku mulai merasa cemburu. Dadaku terasa begitu sesak saat mengetahui kamu memutuskan untuk kembali menjalin hubungan dengannya. Untuk menghargai pilihanmu, saat itu aku memutuskan untuk pergi dari hidupmu dan berharap tidak akan mengenalmu lagi.

Saat kita bertengkar, aku merasa kesepian. Biasanya hari-hariku diisi oleh tawamu yang mampu memecahkan gendang telinga kawanan lumba-lumba itu. Tapi saat kita bertengkar, semuanya sirna. Situasi itu membuatku tertekan atas pilihan yang aku ambil. Aku merasa kehilangan sesuatu yang membuatku tidak bersemangat. Aku merasa seperti kehilangan bagian tubuhku.

Aku benar-benar merasa kehilangan kamu.

Padahal kamu begitu dekat di mataku, tapi jarak di antara kita terasa jauh sekali. Untuk memanggil namamu saja aku tak sanggup. Di saat aku baru merasakan cinta, di saat itu pula aku harus merasakan sakit yang entah bagaimana cara menyembuhkannya. Jika aku mengingat kejadian itu lagi, dadaku pasti sesak. Bahkan saat menulis ini pun dadaku terasa seperti ditusuk-tusuk. Aku benci kejadian itu.

Aku sempat membenci kamu. Kamu yang membuatku merasakan cinta lagi, tapi kamu juga yang menghancurkannya. Aku terus membencimu dan mengutukmu supaya kamu tersiksa dengan keputusanmu. Aku terus-terusan membencimu dan dengan kata lain aku selalu memikirkanmu. Aneh sekali. Aku berusaha untuk menjauhimu, tapi dengan pertengkaran ini justru aku malah semakin memikirkanmu. Aku setuju dengan ungkapan cinta beda tipis dengan benci. Setidaknya itulah yang aku rasakan. Suka tidak suka, kamu selalu hadir di pikiranku.

Membencimu bukanlah bakatku. Mencintaimu adalah kemampuan terbaikku.

Mungkin memang sudah takdirnya jika aku harus bersamamu. Seberapa keras aku berusaha untuk marah dan membencimu, tetap saja ada jalan untuk kita berbaikan. Ingat waktu kita pergi ke Bandung? Kita akhirnya tertawa bersama lagi. Kita kembali seperti seharusnya. Kamu melakukan tindakan yang tepat dengan meninggalkannya, dan aku juga melakukan tindakan seorang pria sejati dengan memaafkanmu dan berusaha memperbaiki semuanya. Seperti kalimat pertama dari paragraf ini; memang sudah seharusnya kita bersama.

Dengan kehilangan, aku diberi pemahaman jika aku memang membutuhkanmu. Dan dengan kehilangan pula, aku menyadari bahwa aku benar-benar mencintaimu.

Kita tidak bisa memprediksikan semuanya. Aku percaya ini sudah ditakdirkan. Dan aku percaya...

Takdirku adalah untuk saling berbagi cinta denganmu.

Comments

Popular posts from this blog

Masa Depan dan Misteri

Entah apa yang akan kita temui di depan sana nantinya. Aku juga tidak tahu. Hanya bisa menerka-nerka sesuatu yang belum pasti. Berkhayal akan terjadi apa di sana. Bermimpi akan seperti apa seharusnya hal itu terjadi. Namun ada satu hal penting yang sangat aku inginkan untuk terjadi: di waktu yang akan datang, aku dan kamu masih terus berjalan beriringan. Tentu saja masa depan tetap sulit ditebak, sedetail apa pun kamu memimpikannya. Bahkan jika kamu berhasil menghitung seluruh tetesan hujan yang jatuh ke tanah pada hari Kamis dari pukul dua siang hingga empat sore di dalam mimpimu itu. Pasti tetap akan ada yang meleset. Lalu berakhir pada ketakutan jika yang terjadi tidak sesuai harapan. Apa lagi jika yang terjadi malah jauh dari apa yang diinginkan. Tentu saja itu menyakitkan untuk dipikirkan. Tapi kamu tidak perlu khawatir berlebihan. Kita memang tidak bisa tau apa yang akan terjadi di depan sana, sebelum kita benar-benar bisa sampai ke sana dengan mengikuti sistem wa

Aku Kangen Kamu

Aku kangen kamu. Aku kangen duduk di sampingmu, lalu kita mulai membicarakan banyak hal; mulai dari yang remeh-temeh sampai ke hal yang serius. Aku kangen bercanda bersamamu. Aku kangen tertawa bersamamu. Aku kangen dengan candaanmu yang menggoda itu. :p Aku kangen dengan tangan isengmu yang suka mengelitikiku itu. Aku kangen suaramu yang selalu mampu melelehkanku. Aku kangen senyumanmu yang selalu berhasil membuatku lupa akan caranya berpijak di lantai. Aku kangen ketika kamu mulai mengeluh kelilipan di jalan saat kita sedang duduk berdua di sepeda motor Supra Fit butut hadiah dari papaku wkwk :p :p :p Aku kangen untuk membicarakan masa depan 'kita' bersamamu. Aku kangen untuk melayangkan cubitanku di pipimu. Aku kangen untuk mengacak-ngacak wajah dan rambutmu yang cantik itu. Aku kangen untuk menjadi pria manja dihadapanmu. Aku kangen duduk di taman berdua denganmu sembari mengobrol dan berteduh dari teriknya sengatan s

Retrospeksi

Dalam hitungan jam sebentar lagi tahun akan berganti, aku sejujurnya tidak ingin mengatakan kalimat klise ini, tapi menurutku memang ada benarnya juga, bahwa tidak terasa ternyata hari ini kita sudah berada di penghujung tahun, tepat di tanggal terakhir bulan Desember. Bagiku, ini adalah saat yang tepat untuk melakukan kilas balik, untuk mengingat kembali apa saja hal yang sudah kita lalui bersama, apa saja masalah yang sudah kita pecahkan bersama, apa saja kesulitan yang sudah kita hadapi bersama, apa saja kebodohan yang telah kita tertawai bersama, apa saja kejadian menyenangkan yang berakhir dengan senyum semringah kita berdua, juga kejadian lain yang berujung marah, sedih, kecewa, luka; segalanya yang terjadi di tahun ini, yang turut membentuk diri kita hari ini. Cobalah ingat kembali dan terima itu semua sebagai bagian dari dirimu, sekelam atau semenyenangkan apa pun, itulah kepingan-kepingan dalam perjalanan hidupmu yang merangkai kamu saat ini. Hal buruk banyak terjadi, tentu sa