Skip to main content

Endeavor

Entah sudah berapa puluh kali, keadaan seperti ini terulang kembali.

Ditarik paksa menuju memori kelam beberapa tahun silam. Tidak, aku tidak berusaha menggalinya sendiri, ia datang begitu saja tanpa permisi.

Membuat dadaku terasa sesak lagi dan lagi.

Aku sudah memaafkan. Aku sudah menerima, juga merelakan. Tetapi selalu ada seperti kerikil yang mengganjal setiap langkah kecilku, sementara batu-batu besar yang menghadang, kuyakin seluruhnya sudah berhasil aku lewati.

Mungkin kamu sudah lelah mendengarkan, aku juga sudah lelah merasakan. Tidak ada siapa pun di dunia ini yang ingin mengalami hal serupa, begitu juga diriku. Setidaknya langkah kakiku ini masih mengarah ke depan, walaupun pandanganku masih sering menoleh ke belakang.

Mimpi buruk yang tak berkesudahan, siapa pun tolong bangunkan. Sudah cukup bagiku ditampar keadaan. Atau jangan-jangan aku sebetulnya sudah sepenuhnya sadar? Sadar bahwa inilah kenyataan yang harus kuhidupi, bahwa seperti inilah hidupku digariskan, tidak bisa lari, tidak bisa sembunyi. Kumpulan perasaan tidak menyenangkan ini, sudah jadi bagian dari diriku, yang mesti dijalani.

Mungkin suatu hari nanti kamu akan merasa muak, lalu kembali angkat kaki, meninggalkanku membusuk sendiri.

Atau berusaha meyakinkanku bahwa hidup ini masih layak dihidupi.

Entah mana yang akan kamu pilih nanti, aku tidak berhak mencampuri.

Maaf ya, karena sudah membuatmu khawatir.

Aku (mungkin) akan baik-baik saja.

Karena aku percaya, akan selalu ada dirimu di sebelahku, untuk meyakinkanku bahwa dunia ini masih baik-baik saja.

Comments

Popular posts from this blog

Perempuan Pada Layar Telepon Genggamku

Tugas sekolah yang harus kukerjakan membuatku kembali terlambat untuk menenggelamkan diri dalam lautan mimpi. Aku harus menyelesaikannya jika tidak ingin mendengar sambaran petir bernada sarkastik dari guru yang menjengkelkan itu. Akhirnya aku malah jadi susah tidur. Aku mencoba menyelesaikan tugas itu secepat mungkin. Namun pekerjaanku berhenti tepat setelah aku menekan tombol power telepon genggamku dan melirik ke halaman depannya. Aku menemukan sebuah foto seorang perempuan cantik yang sama persis seperti perempuan yang senang mondar-mandir di dalam kepalaku. Aku menatapnya dalam, memperhatikan seluruh bagian wajahnya yang nampak pada foto itu tanpa celah. Jantungku memompa darah lebih cepat, jauh dari kereta api supercepat yang pernah diciptakan di dunia setelah aku mengusap-usap pipi perempuan itu pada layar telepon genggamku sambil membayangkan kenangan-kenanganku bersamanya. Perbedaan antara aku dengan pria gila yang sering mabuk di emperan toko semakin tidak terlihat. Pe...

Zat Adiktif

Jika senyummu adalah zat adiktif terlarang Maka aku rela seumur hidup dipenjara Daripada aku gila lalu mati Karena sakau tidak melihatmu tersenyum

Rasanya Masih Sama

Rasanya masih sama... Lagi-lagi tidurku berantakan. Semenjak liburan, ditambah lagi harus sahur selama Ramadan kemarin membuat tidurku menjadi kacau. Kupikir setelah kemarin bisa tidur dengan benar maka hari ini juga akan demikian. Ternyata aku salah. Jadi dengan terpaksa aku harus kembali untuk menghabiskan waktu malam tanpa tidur lagi deh , hehe. Maafkan aku. Biasanya ketika aku tidak tau harus melakukan apa, aku akan merenung, atau bahasa kerennya, bengong . Memperhatikan sekitar, mendengarkan suara dengkuran kucing yang menumpang tidur di rumah, menatap langit-langit kamar, yang pada ujungnya pasti berhenti pada memikirkan kamu. Jangan geer , tapi sejujurnya aku memang tidak pernah bisa berhenti untuk memikirkan kamu. Aku selalu memikirkan kamu. Apa yang aku pikirkan tidak menentu dan tidak direncanakan. Aku memikirkan apa pun, selama itu masih tentang kamu. Seperti memikirkan betapa menyebalkannya dirimu ketika ngambek dan bete tidak jelas, sampai-sampai jutek terhadapku. D...