Skip to main content

Bagaimana Jika


Terkadang aku suka membayangkan, kemungkinan apa saja yang akan terjadi di dalam hidupku. Masa depan seperti apa yang akan aku hadapi. Masa lalu seperti apa yang kemudian akan aku tulis. Esok hari, lusa, dan seterusnya, akan seperti apa. Apakah aku besok akan bahagia, atau melukiskan luka baru di dada, tidak tahu.

Bayangkan saja, bagaimana jika.

Bagaimana jika:
Aku mati lebih dulu.
Matahari tetap terbit dari timur. Ayam tetap berkokok di pagi hari. Tapi aku tidak lagi di sana, untuk mengucapkan selamat pagi kepadamu. Bukan karena aku bangun kesiangan lagi seperti kemarin, tapi aku memang sudah tidak ada. Mungkin kamu akan bahagia tanpa pernah melihatku lagi, atau sebaliknya, menangisi kepergianku seumur hidupmu. Aku tidak tahu.

Bagaimana jika:
Kamu tidak pulang.
Aku duduk di kursi depan rumah, sambil menatap langit. Akhir-akhir ini cuaca sering tidak bagus. Mendung sepanjang hari. Angin bertiup kencang, menghempas dedaunan. Sebetulnya memang sedang musim penghujan. Tetapi baru kali ini musim hujan berlangsung sepanjang tahun. Entah apa penyebabnya. Mungkin karena pemanasan global. Atau kamu tidak akan pernah pulang membawa matahari yang aku titipankan padamu. Aku tidak tahu.

Bagaimana jika:
Aku membunuh diriku sendiri.
Pisau yang biasa aku gunakan untuk mengiris bawang itu tertancap tepat di jantungku. Darah bercucuran, mengalir ke arah air mata yang sebelumnya sempat aku teteskan ke lantai berpuluh-puluh kali. Rasa sakit saat pisau itu menghentikan detak jantungku tidak seburuk saat hidup dalam penderitaan. Tidak ada apa-apanya dibanding pengkhianatan dan kepahitan dari rasa kecewa. Mungkin keputusan yang tepat untuk mengakhiri napas di tangan sendiri. Mungkin juga itu keputusan terbodoh yang pernah dilakukan seseorang. Aku tidak akan tahu.

Bagaimana jika:
Kamu mendapatkan rumah baru.
Rumah yang sudah lama kamu tinggali, tidak cocok lagi dengan ambisimu. Kamu hendak menjualnya, tapi siapa juga yang mau membeli rumah tua dan berhantu seperti ini, pikirmu. Lalu kamu menyewa alat berat untuk menghancurkannya. Berharap hantu di dalamnya ikut terkubur. Kini rumah itu tidak lagi ada wujudnya, hanya tinggal diingatan saja. Ingatan yang buruk, bahwa rumah tersebut berhantu dan tidak layak dihuni lagi. Rumah itu dihancurkan tanpa mampu memberi penjelasan. Bahwa hantu itu tidak ada, yang ada hanya rasa ketidakpuasanmu.

Bagaimana jika:

Bagaimana jika itu semua kita lupakan saja, karena tidak pernah terjadi. Semoga tidak akan pernah terjadi. Iya kan?

Comments

Popular posts from this blog

Perempuan Pada Layar Telepon Genggamku

Tugas sekolah yang harus kukerjakan membuatku kembali terlambat untuk menenggelamkan diri dalam lautan mimpi. Aku harus menyelesaikannya jika tidak ingin mendengar sambaran petir bernada sarkastik dari guru yang menjengkelkan itu. Akhirnya aku malah jadi susah tidur. Aku mencoba menyelesaikan tugas itu secepat mungkin. Namun pekerjaanku berhenti tepat setelah aku menekan tombol power telepon genggamku dan melirik ke halaman depannya. Aku menemukan sebuah foto seorang perempuan cantik yang sama persis seperti perempuan yang senang mondar-mandir di dalam kepalaku. Aku menatapnya dalam, memperhatikan seluruh bagian wajahnya yang nampak pada foto itu tanpa celah. Jantungku memompa darah lebih cepat, jauh dari kereta api supercepat yang pernah diciptakan di dunia setelah aku mengusap-usap pipi perempuan itu pada layar telepon genggamku sambil membayangkan kenangan-kenanganku bersamanya. Perbedaan antara aku dengan pria gila yang sering mabuk di emperan toko semakin tidak terlihat. Pe...

Zat Adiktif

Jika senyummu adalah zat adiktif terlarang Maka aku rela seumur hidup dipenjara Daripada aku gila lalu mati Karena sakau tidak melihatmu tersenyum

Rasanya Masih Sama

Rasanya masih sama... Lagi-lagi tidurku berantakan. Semenjak liburan, ditambah lagi harus sahur selama Ramadan kemarin membuat tidurku menjadi kacau. Kupikir setelah kemarin bisa tidur dengan benar maka hari ini juga akan demikian. Ternyata aku salah. Jadi dengan terpaksa aku harus kembali untuk menghabiskan waktu malam tanpa tidur lagi deh , hehe. Maafkan aku. Biasanya ketika aku tidak tau harus melakukan apa, aku akan merenung, atau bahasa kerennya, bengong . Memperhatikan sekitar, mendengarkan suara dengkuran kucing yang menumpang tidur di rumah, menatap langit-langit kamar, yang pada ujungnya pasti berhenti pada memikirkan kamu. Jangan geer , tapi sejujurnya aku memang tidak pernah bisa berhenti untuk memikirkan kamu. Aku selalu memikirkan kamu. Apa yang aku pikirkan tidak menentu dan tidak direncanakan. Aku memikirkan apa pun, selama itu masih tentang kamu. Seperti memikirkan betapa menyebalkannya dirimu ketika ngambek dan bete tidak jelas, sampai-sampai jutek terhadapku. D...