Skip to main content

10 Juni (Our Journey)


Tahun ini sangat berat, ya?

Semua bentuk musibah yang bisa terbayang di kepalamu, mereka bergabung jadi satu, lalu menghantam tubuh kita keras-keras. Tentu saja kita terhempas, terpisah menjadi kepingan-kepingan kecil, dan tak lagi menjadi satu. Kamu pergi ke pelukan yang lama, aku kembali dengan kesendirianku. Bedanya, kita sama-sama tidak menjadi diri sendiri, seperti ada orang lain yang mengendalikan tubuh kita. Aku sama sekali tidak mengenali sifat dan sikap yang kamu tunjukkan. Aku juga tidak mengenali diriku sendiri, yang berubah wujud menjadi sosok laki-laki depresi, yang di kepalanya hanya ada keinginan untuk bunuh diri.

Aku pernah sempat beberapa kali membayangkan, bagaimana jadinya jika di masa depan aku tidak lagi bersamamu. Ternyata aku tidak perlu susah payah membayangkannya, aku mengalaminya sendiri. Ternyata rasanya jauh lebih buruk dari yang aku duga. Perasaan dan pengalaman itu, kalau bisa aku tidak ingin mengalaminya lagi. Mungkin aku akan benar-benar mengakhiri hidupku jika sampai terulang lagi. Kali ini aku tidak akan ragu. Mungkin dengan tidak melihatmu lagi, aku akan tenang. Mungkin dengan tidak melihatku lagi, kamu tidak punya beban. Jika kita harus berpisah lagi, aku ingin kita berpisah selama-lamanya. Karena aku tidak ingin menggandeng tangan siapa-siapa lagi selain dirimu.

Sejujurnya luka itu masih amat membekas di dadaku. Tidak pernah sekalipun terbesit di pikiranku, bahwa orang yang paling aku sayangi adalah orang yang sama, yang juga menciptakan lubang paling dalam di hatiku. Namun, aku justru semakin terluka ketika melihatmu mengalami hal yang sama sepertiku. Kamu juga lagi-lagi dilukai oleh orang yang kamu sayangi. Aku bahkan sampai tidak punya waktu untuk memikirkan diriku sendiri. Mungkin kamu tidak menyadari jika aku sangat berusaha keras untuk menjagamu agar tetap baik-baik saja. Aku menemanimu ke mana-mana, mengantarmu pulang, mengajakmu makan makanan enak, mengerjakan tugasmu tengah malam, melihat semua akun media sosialmu setiap hari untuk memastikan suasana hatimu baik-baik saja, mengajakmu menginap agar kamu dapat menangis dipelukanku sekali lagi, menemanimu menghabiskan sebungkus rokok, kamu tahu kan aku sangat membenci rokok, dan banyak hal lain yang aku lakukan, yang tidak perlu kusebutkan semuanya satu per satu.

Aku bahkan sampai lupa pada diriku sendiri yang sedang sekarat. Aku lupa kalo beberapa hari aku tidak makan apa-apa, sampai aku tidak bisa buang air besar. Bahkan dalam beberapa waktu, dalam sehari aku hanya tidur selama satu jam. Aku memang sengaja membiarkan diriku mati perlahan-lahan. Toh, jiwaku juga sudah mati. Melihatmu sengsara terasa lebih menyiksa dari itu semua. Katakanlah aku bodoh, tapi aku hanya ingin memberikan yang terbaik untuk seseorang yang aku cintai. Aku telah memilihmu untuk menjadi pasanganku, aku harus siap menerima konsekuensinya. Sampai sekarang pun aku juga tidak pernah berhenti mencintaimu. Aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu.

Beberapa bulan berlalu semenjak kejadian itu, kehidupan kita kini berangsur-angsur membaik. Perpisahan tidak membuat kita menjauh, justru kita semakin dekat kembali. Rumah yang sempat hancur lebur tak berbekas, kita bangun kembali bagian demi bagian. Rumah yang kupikir tadinya hanya tersisa kenangannya saja, kita telah terlahir kembali dengan bentuk yang lebih cantik dan terencana. Memang masih sangat banyak hal yang perlu diperbaiki, tetapi rumah ini sudah tidak terasa suram lagi seperti beberapa bulan ke belakang. Suasananya kini sangat menyangkan, hangat, kokoh, tegas, dan jelas. Tak ada lagi perasaan-perasaan yang tertahan dan tak bisa disampaikan. Rumah ini terbentuk dari kejujuran masing-masing, juga diperkuat dengan keinginan untuk menerima kekurangan dan kepayahan, sehingga mudah untuk diperbaiki.

Ketulusanku berbuah manis, kamu ternyata mampu menyadari kehadiranku yang berharga di hidupmu. Tidak butuh waktu lama bagimu untuk kembali ke pelukanku lagi. Aku yakin, pasti rasanya berat bukan jika aku tidak ada di sebelahmu?:p. Tidak, tidak, justru aku yang tertatih-tatih saat kamu memutuskan untuk pergi begitu saja, aku bahkan tidak sempat untuk mempersiapkan diri. Aku memang payah sekali.

Jika kamu ingin tau bagaimana perasaanku saat ini, tentu saja aku sangat bahagia. Coba arahkan pandanganmu ke wajahku sebentar, aku terlihat bahagia sekali bukan bisa berada bersamamu? Karena inilah yang aku inginkan, bahagia bersamamu. Aku beruntung tidak jadi mati, jika aku sudah mati pasti aku tidak akan bisa merasakan kebahagiaan sebesar ini kan? Aku bersyukur bisa terlahir kembali. Ternyata aku sekuat itu untuk bangkit setelah terkapar. Terima kasih telah kembali dan mengulurkan tangan. Terima kasih telah bertanggung jawab, aku akan membiarkanmu membersihkan luka-luka yang belum bisa aku bereskan sendirian. Mohon bantuannya, ya!

Bagaimana dengan dirimu? Apakah kamu bahagia berada di rumah yang sekarang? Apa yang ingin kamu perbaiki lagi? Tolong beritahu aku, nanti kita perbaiki sama-sama. Aku harap kamu juga bahagia. Aku tidak ingin bahagia sendirian, aku ingin menikmati kebahagiaan ini bersamamu. Rumah ini bukan cuma tempat untuk pulang, tapi juga tempat bagi kita untuk berbagi kebahagiaan. Aku ingin terus melakukan hal yang menyenangkan denganmu. Temani aku terus ya!

Hari saat kamu membaca ini, 10 Juni 2020, adalah pengingat bahwa telah enam tahun kita menjalani kehidupan sebagai pasangan. Dari bocah ingusan yang labil dan emosian, sampai menjadi sosok dewasa yang stabil dan penuh ketenangan. Dari hanya teman sekelas, teman makan bekal, teman sebangku, kemudian menjadi teman hidup. Kisah kita klise sekali, sudah seperti dongeng dari novel picisan saja. Namun, tidak masalah hubungan kita mau dikatakan seperti apa, yang jelas aku bahagia menjalaninya bersamamu, begitu juga dirimu yang bahagia bersamaku. Kebahagiaan kita bersama adalah hal yang paling penting.

Selamat hari jadi yang keenam kalinya ya, onye/eneng/sayang! Sekarang aku ingin mengucapkan rasa terima kasih dan harapanku bagi hubungan ini.

Terima kasih telah berjuang sejauh ini. Tentu mencintaiku bukan hal yang mudah, kamu harus mengeluarkan banyak hal. Segala tenaga dan air mata yang kamu berikan kepadaku, aku sangat menghargai itu semua. Semua kebaikan yang kamu berikan sejak kita pertama kali bertemu hingga saat kamu membaca ini, entah bagaimana aku harus membalasnya, karena kebaikanmu tidak ternilai dengan apapun.

Terima kasih telah bersedia untuk mengakui kesalahan dan memperbaiki diri. Semua orang pasti melakukan kesalahan, tidak terkecuali aku dan kamu. Tanpa itu, mungkin kita tidak akan pernah maju dan terus merasa benar sendiri. Jika kamu tidak jujur terhadap perasaan, kesalahan, kebodohan, dan masa lalumu sendiri, mungkin kita tidak akan pernah pulang ke rumah yang sama lagi.

Mendekatlah, genggam erat tanganku. Di atas, angin menghujam lebih keras. Di samping, tebing semakin curam. Di depan, jalan semakin berliku. Mari kita hadapi semuanya berdua. Kita selalu kuat jika menghadapi masalah bersama.

Selamat merayakan hari jadi yang keenam kalinya. Sampai bertemu di 10 Juni berikutnya. Aku sayang kamu. ❤️

Comments

Popular posts from this blog

Perempuan Pada Layar Telepon Genggamku

Tugas sekolah yang harus kukerjakan membuatku kembali terlambat untuk menenggelamkan diri dalam lautan mimpi. Aku harus menyelesaikannya jika tidak ingin mendengar sambaran petir bernada sarkastik dari guru yang menjengkelkan itu. Akhirnya aku malah jadi susah tidur. Aku mencoba menyelesaikan tugas itu secepat mungkin. Namun pekerjaanku berhenti tepat setelah aku menekan tombol power telepon genggamku dan melirik ke halaman depannya. Aku menemukan sebuah foto seorang perempuan cantik yang sama persis seperti perempuan yang senang mondar-mandir di dalam kepalaku. Aku menatapnya dalam, memperhatikan seluruh bagian wajahnya yang nampak pada foto itu tanpa celah. Jantungku memompa darah lebih cepat, jauh dari kereta api supercepat yang pernah diciptakan di dunia setelah aku mengusap-usap pipi perempuan itu pada layar telepon genggamku sambil membayangkan kenangan-kenanganku bersamanya. Perbedaan antara aku dengan pria gila yang sering mabuk di emperan toko semakin tidak terlihat. Pe...

Zat Adiktif

Jika senyummu adalah zat adiktif terlarang Maka aku rela seumur hidup dipenjara Daripada aku gila lalu mati Karena sakau tidak melihatmu tersenyum

Rasanya Masih Sama

Rasanya masih sama... Lagi-lagi tidurku berantakan. Semenjak liburan, ditambah lagi harus sahur selama Ramadan kemarin membuat tidurku menjadi kacau. Kupikir setelah kemarin bisa tidur dengan benar maka hari ini juga akan demikian. Ternyata aku salah. Jadi dengan terpaksa aku harus kembali untuk menghabiskan waktu malam tanpa tidur lagi deh , hehe. Maafkan aku. Biasanya ketika aku tidak tau harus melakukan apa, aku akan merenung, atau bahasa kerennya, bengong . Memperhatikan sekitar, mendengarkan suara dengkuran kucing yang menumpang tidur di rumah, menatap langit-langit kamar, yang pada ujungnya pasti berhenti pada memikirkan kamu. Jangan geer , tapi sejujurnya aku memang tidak pernah bisa berhenti untuk memikirkan kamu. Aku selalu memikirkan kamu. Apa yang aku pikirkan tidak menentu dan tidak direncanakan. Aku memikirkan apa pun, selama itu masih tentang kamu. Seperti memikirkan betapa menyebalkannya dirimu ketika ngambek dan bete tidak jelas, sampai-sampai jutek terhadapku. D...