Skip to main content

Sebuah Permintaan Maaf



Kepada kamu, 
Aku minta maaf.

Kamu benar, aku mengglorifikasi traumaku. Kamu lagi-lagi benar, aku adalah racun. Aku tidak akan berusaha membela diri atau mengelak setiap perkataanmu. Aku menyadari kekeliruanku. Aku mengetahui bahwa aku salah.

Aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk memanfaatkan rasa bersalahmu. Aku tidak pernah punya niat sejahat itu. Aku sadar, memintamu untuk berkali-kali mengucapkan maaf hanya akan memperbesar egoku.

Aku bukannya diam saja dan membiarkan diriku dikalahkan oleh trauma. Aku selalu melawannya setiap kali perasaan itu muncul. Tapi aku tidak selalu menang, ada kalanya aku kalah. Rasa sakitnya sangat nyata, seperti benar-benar tertusuk oleh benda tajam. Padahal yang menusuk adalah pikiranku sendiri.

Aku mengerti, kamu pasti lelah menghadapi situasi seperti ini berulang kali. Ini juga bukan keinginanku. Aku tidak pernah berkeinginan untuk menjadi seperti ini. Aku tidak pernah satu kali pun mempunyai keinginan untuk saling menyakiti.

Beberapa kali aku sempat berpikir, aku sudah menang. Aku sudah tidak merasakan sakit itu lagi. Namun ujungnya aku terkena pukulan telak, dan aku kalah lagi. Bahkan sampai hilang kendali, sampai perkataanku justru menyakitimu.

Kamu pasti sering bertanya, mau sampai kapan aku seperti ini terus. Aku sejak awal tidak mau mengalami hal ini. Ini bukan kemauanku, seperti yang sudah aku bilang sebelumnya. Aku tidak bisa menjamin tepatnya kapan ini akan berakhir, tetapi aku berjanji beberapa bulan ke depan kamu tidak akan melihat diriku yang seperti ini lagi. Aku sudah berniat untuk menemui psikolog lagi, karena aku sadar aku tidak bisa menyelesaikannya sendirian. Semoga sebelum harus menemui psikolog, aku sudah berhasil mengalahkannya.

Sekali lagi aku meminta maaf karena sudah melibatkanmu untuk memikul bebanku. Mungkin aku terkesan terlalu enteng mengucapkan kata maaf setiap kali kita bertengkar, tetapi itu bukan cara agar masalahnya cepat selesai. Bukan seperti itu. Aku meminta maaf karena aku memang bersalah dan menyesal, bukan karena alasan lain.

Aku ingin hubungan ini terus berlanjut. Aku sudah memilih kamu untuk menemaniku sampai hidupku di dunia ini selesai. Aku siap menanggung risikonya. Aku serius menjalani hubungan ini. Sudah aku buktikan selama enam tahun ini jika aku benar-benar serius. Aku akan terus buktikan keseriusanku, seumur hidupku.

Terima kasih sudah mau membaca sampai sejauh ini. Terima kasih juga sudah mau menjalin hubungan denganku sampai sejauh ini. Aku akan terus memperbaiki kesalahanku. Aku ingin menjadi yang terbaik untuk kamu. Kita terus berjuang sama-sama, ya! Aku sayang kamu.



Comments

Popular posts from this blog

Perempuan Pada Layar Telepon Genggamku

Tugas sekolah yang harus kukerjakan membuatku kembali terlambat untuk menenggelamkan diri dalam lautan mimpi. Aku harus menyelesaikannya jika tidak ingin mendengar sambaran petir bernada sarkastik dari guru yang menjengkelkan itu. Akhirnya aku malah jadi susah tidur. Aku mencoba menyelesaikan tugas itu secepat mungkin. Namun pekerjaanku berhenti tepat setelah aku menekan tombol power telepon genggamku dan melirik ke halaman depannya. Aku menemukan sebuah foto seorang perempuan cantik yang sama persis seperti perempuan yang senang mondar-mandir di dalam kepalaku. Aku menatapnya dalam, memperhatikan seluruh bagian wajahnya yang nampak pada foto itu tanpa celah. Jantungku memompa darah lebih cepat, jauh dari kereta api supercepat yang pernah diciptakan di dunia setelah aku mengusap-usap pipi perempuan itu pada layar telepon genggamku sambil membayangkan kenangan-kenanganku bersamanya. Perbedaan antara aku dengan pria gila yang sering mabuk di emperan toko semakin tidak terlihat. Pe...

Zat Adiktif

Jika senyummu adalah zat adiktif terlarang Maka aku rela seumur hidup dipenjara Daripada aku gila lalu mati Karena sakau tidak melihatmu tersenyum

Rasanya Masih Sama

Rasanya masih sama... Lagi-lagi tidurku berantakan. Semenjak liburan, ditambah lagi harus sahur selama Ramadan kemarin membuat tidurku menjadi kacau. Kupikir setelah kemarin bisa tidur dengan benar maka hari ini juga akan demikian. Ternyata aku salah. Jadi dengan terpaksa aku harus kembali untuk menghabiskan waktu malam tanpa tidur lagi deh , hehe. Maafkan aku. Biasanya ketika aku tidak tau harus melakukan apa, aku akan merenung, atau bahasa kerennya, bengong . Memperhatikan sekitar, mendengarkan suara dengkuran kucing yang menumpang tidur di rumah, menatap langit-langit kamar, yang pada ujungnya pasti berhenti pada memikirkan kamu. Jangan geer , tapi sejujurnya aku memang tidak pernah bisa berhenti untuk memikirkan kamu. Aku selalu memikirkan kamu. Apa yang aku pikirkan tidak menentu dan tidak direncanakan. Aku memikirkan apa pun, selama itu masih tentang kamu. Seperti memikirkan betapa menyebalkannya dirimu ketika ngambek dan bete tidak jelas, sampai-sampai jutek terhadapku. D...