Skip to main content

Rumahmu bukan di sana, tapi di sini


Membosankan, menghabiskan waktu di rumah yang sama setiap hari. Berbaring, menatap langit-langit kamar yang sama, begitu-gitu saja. Dindingnya? Ya begitu saja, memang berharap apa?

Dari Juni pertama, sampai bertemu Juni yang kelima, duduk di ruangan yang ini-ini lagi, mungkin bosan juga. Ia menatap kaca yang tertancap di dinding, cukup lama. Tertangkap wajah ragu. Lalu sosok yang terpantul pada kaca itu berpikir:

"Mungkin pergi saja?"

Esok paginya ia mengemas pakaian, dan bekal seadanya, tergesa-gesa ia pergi dari rumah itu, rumah yang menemaninya tumbuh sampai hari itu, tanpa sempat ia bereskan dahulu. Rumah itu ditinggal berantakan, tak berpenghuni lagi.

Bingung mau merebahkan tubuhnya ke mana, ia mampir ke rumah yang sudah lima tahun ia tak acuhkan. Rumah itu sejatinya telah rusak dan tidak layak ditinggali lagi.

Sampai di sana, ia liat rumah itu sepertinya telah direnovasi. Ia percaya, rumah itu telah lebih baik, walaupun selama ia tinggali dahulu seringkali tidak terasa nyaman. Di minggu-minggu pertama, ia bahagia. "inilah rumah yang aku cari," gumamnya.

Ternyata rumah itu tak betul-betul berubah, bahkan mungkin tidak ada yang berubah, hanya cat dindingnya saja yang nampak baru. Rumah itu tetap rumah yang tidak nyaman; Atapnya masih saja sering bocor. Air untuk mandi dan mencuci sering keruh, bahkan berpasir. Siang terasa gerah, malam terlalu dingin. Kasurnya keras, ia sering tak bisa tidur dan paginya badan terasa pegal. Ia sering memaki dirinya sendiri, bahkan mengutuk keputusannya. Ia menyesal telah pindah. Ia menyadari bahwa rumah yang baru saja ia tinggalkan adalah rumah paling nyaman yang pernah ia tempati.

Ia ingin pulang.

Meskipun ia juga malu pada rumah itu. Ia telah bertindak bodoh karena tidak menghargai rumah itu. Ia tak punya muka untuk menatap rumah itu kembali.

Namun ia tetap ingin pulang.

Ingin sekali.

Ia memberanikan diri untuk kembali. Ia yakin bahwa tempatnya untuk pulang adalah rumah itu, bukan yang lain.

Singkat cerita, ia kembali. Rumah yang pernah ia buat berantakan, kemudian ia bereskan kembali. Rumah itu juga ia percantik sehingga semakin nyaman untuk digunakan untuk istirahat dan menghabiskan waktu sampai tua. Ia kemudian menyadari sesuatu, bahwa bosan bukan berarti harus diganti, tetapi ada untuk diperbaiki.

Ia dan rumah itu, tak lagi terpisahkan, dan hidup bahagia selamanya. Klasik sekali, tetapi itu akhir cerita yang disukai banyak orang kan?

Tamat.

Comments

Popular posts from this blog

Perempuan Pada Layar Telepon Genggamku

Tugas sekolah yang harus kukerjakan membuatku kembali terlambat untuk menenggelamkan diri dalam lautan mimpi. Aku harus menyelesaikannya jika tidak ingin mendengar sambaran petir bernada sarkastik dari guru yang menjengkelkan itu. Akhirnya aku malah jadi susah tidur. Aku mencoba menyelesaikan tugas itu secepat mungkin. Namun pekerjaanku berhenti tepat setelah aku menekan tombol power telepon genggamku dan melirik ke halaman depannya. Aku menemukan sebuah foto seorang perempuan cantik yang sama persis seperti perempuan yang senang mondar-mandir di dalam kepalaku. Aku menatapnya dalam, memperhatikan seluruh bagian wajahnya yang nampak pada foto itu tanpa celah. Jantungku memompa darah lebih cepat, jauh dari kereta api supercepat yang pernah diciptakan di dunia setelah aku mengusap-usap pipi perempuan itu pada layar telepon genggamku sambil membayangkan kenangan-kenanganku bersamanya. Perbedaan antara aku dengan pria gila yang sering mabuk di emperan toko semakin tidak terlihat. Pe...

Zat Adiktif

Jika senyummu adalah zat adiktif terlarang Maka aku rela seumur hidup dipenjara Daripada aku gila lalu mati Karena sakau tidak melihatmu tersenyum

Rasanya Masih Sama

Rasanya masih sama... Lagi-lagi tidurku berantakan. Semenjak liburan, ditambah lagi harus sahur selama Ramadan kemarin membuat tidurku menjadi kacau. Kupikir setelah kemarin bisa tidur dengan benar maka hari ini juga akan demikian. Ternyata aku salah. Jadi dengan terpaksa aku harus kembali untuk menghabiskan waktu malam tanpa tidur lagi deh , hehe. Maafkan aku. Biasanya ketika aku tidak tau harus melakukan apa, aku akan merenung, atau bahasa kerennya, bengong . Memperhatikan sekitar, mendengarkan suara dengkuran kucing yang menumpang tidur di rumah, menatap langit-langit kamar, yang pada ujungnya pasti berhenti pada memikirkan kamu. Jangan geer , tapi sejujurnya aku memang tidak pernah bisa berhenti untuk memikirkan kamu. Aku selalu memikirkan kamu. Apa yang aku pikirkan tidak menentu dan tidak direncanakan. Aku memikirkan apa pun, selama itu masih tentang kamu. Seperti memikirkan betapa menyebalkannya dirimu ketika ngambek dan bete tidak jelas, sampai-sampai jutek terhadapku. D...