Skip to main content

Bukan Selamat Tinggal

"Makasih ya udah nganterin aku pulang."

"Iya sama-sama hehe. Aku pulang dulu ya."

"Iya, hati-hati ya."

"Iya sayang. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Itulah percakapan yang selalu mengakhiri setiap temu yang berujung rindu. Semenjak aku memantapkan hati untuk merajut masa depan dengan benang berwarna-warni berwujud sebuah kebahagiaan denganmu, aku baru tahu, ternyata sebuah “Aku pulang dulu” rasanya bisa seberat “Selamat tinggal”.

Padahal, baru saja beberapa detik yang lalu kita bercengkrama, tertawa bersama, membahas dunia. Namun setiap kali matahari turun untuk beristirahat dari singgasananya, kita pasti dihadapkan dengan kenyataan jika inilah waktunya berpisah dan pulang ke atap masing-masing. Meski hanya sementara, ‘pamit’ selalu terasa berat untuk diucapkan. Perpisahan, dalam bentuk apa pun, meski tak seberat “selamat tinggal”, tetap saja rasanya sulit untuk dituruti. Ini semua terasa begitu mencekik karena aku sudah terlanjur meninggalkan hatiku di ‘rumah’, yaitu di matamu –tempat aku menemukan keteduhan. 



Sedetik setelah aku menancapkan gas motorku dan pergi meninggalkan hangatnya senyummu, aku tersentak. Dadaku sesak. Sepertinya jantungku mulai kehilangan oksigennya. Ternyata itu sebuah rindu yang merasukiku dan membuatku seperti orang kesurupan. Kamu memberiku pelajaran bahwa manusia bisa rindu pada orang yang baru saja ia temui. Setidaknya itulah yang aku rasakan.

Jika kamu merasa sesak karena kehilangan oksigenmu, lantas mengapa kamu pergi? Sayang, aku tidak akan pergi jika tidak harus. Tidak akan dan tidak ingin. Aku tidak akan pernah ingin pergi karena ketika di sampingmulah aku merasa tidak perlu ada lagi yang mesti aku khawatirkan di dunia ini. Karena ketika bersamamu, aku lengkap. Dan ketika denganmu, aku tahu harus bersama siapa aku akan menghabiskan sisa hidup.
Aku sangat bersyukur dengan semua mimpi yang selama ini berhasil aku raih. Namun jika tanpamu, aku seperti tak sedang menjalani mimpiku. Kamu adalah mimpi terindah yang ingin kujadikan nyata. Orang-orang putus asa berkata tidak ada yang sempurna di dunia ini. Tapi bagiku, kamu sempurna. Lebih dari itu, kamu menyempurnakan aku. Karena kamu membuat aku merasa cukup.
Aku tidak memilihmu. Kamu pun tidak memilihku. Namun hidup memilih kita.
Aku sadar selamat tinggal ini hanya sementara. Kelak semua akan diakhiri peluk erat dan dekap hangat. Kali ini, setidaknya untuk sementara ini, aku minta kamu peluk aku dengan doa. Bantu aku dengan doamu agar aku mampu untuk bergelut dengan kehidupan, supaya mimpi kita terlaksana; Mimpi untuk hidup di bawah atap yang sama, makan masakan yang sama, berbagi selimut yang sama, lalu hidup bersama dalam bahagia yang halal, dan kekal. Aamiiin.


Pondok Betung, Desember 2014, dari aku yang ingin pulang ke pelukanmu.

Comments

Popular posts from this blog

Perempuan Pada Layar Telepon Genggamku

Tugas sekolah yang harus kukerjakan membuatku kembali terlambat untuk menenggelamkan diri dalam lautan mimpi. Aku harus menyelesaikannya jika tidak ingin mendengar sambaran petir bernada sarkastik dari guru yang menjengkelkan itu. Akhirnya aku malah jadi susah tidur. Aku mencoba menyelesaikan tugas itu secepat mungkin. Namun pekerjaanku berhenti tepat setelah aku menekan tombol power telepon genggamku dan melirik ke halaman depannya. Aku menemukan sebuah foto seorang perempuan cantik yang sama persis seperti perempuan yang senang mondar-mandir di dalam kepalaku. Aku menatapnya dalam, memperhatikan seluruh bagian wajahnya yang nampak pada foto itu tanpa celah. Jantungku memompa darah lebih cepat, jauh dari kereta api supercepat yang pernah diciptakan di dunia setelah aku mengusap-usap pipi perempuan itu pada layar telepon genggamku sambil membayangkan kenangan-kenanganku bersamanya. Perbedaan antara aku dengan pria gila yang sering mabuk di emperan toko semakin tidak terlihat. Pe...

Zat Adiktif

Jika senyummu adalah zat adiktif terlarang Maka aku rela seumur hidup dipenjara Daripada aku gila lalu mati Karena sakau tidak melihatmu tersenyum

Rasanya Masih Sama

Rasanya masih sama... Lagi-lagi tidurku berantakan. Semenjak liburan, ditambah lagi harus sahur selama Ramadan kemarin membuat tidurku menjadi kacau. Kupikir setelah kemarin bisa tidur dengan benar maka hari ini juga akan demikian. Ternyata aku salah. Jadi dengan terpaksa aku harus kembali untuk menghabiskan waktu malam tanpa tidur lagi deh , hehe. Maafkan aku. Biasanya ketika aku tidak tau harus melakukan apa, aku akan merenung, atau bahasa kerennya, bengong . Memperhatikan sekitar, mendengarkan suara dengkuran kucing yang menumpang tidur di rumah, menatap langit-langit kamar, yang pada ujungnya pasti berhenti pada memikirkan kamu. Jangan geer , tapi sejujurnya aku memang tidak pernah bisa berhenti untuk memikirkan kamu. Aku selalu memikirkan kamu. Apa yang aku pikirkan tidak menentu dan tidak direncanakan. Aku memikirkan apa pun, selama itu masih tentang kamu. Seperti memikirkan betapa menyebalkannya dirimu ketika ngambek dan bete tidak jelas, sampai-sampai jutek terhadapku. D...