Ini kisah tentang seorang laki-laki lemah. Hidup hampir dua dekade dalam keadaan sulit. Entah memang jalan takdirnya haruslah sulit, atau tuhan gemar bermain-main dengan hidupnya. Dia tidak suka menyalahkan siapa pun selain dirinya sendiri. Dia anggap ini ulahnya sendiri. Membodoh-bodohi diri sudah seperti sarapan, meski nyatanya dia jarang sarapan.
"Mengapa sperma dan sel telur itu bertemu dan membentuk diriku hingga akhirnya harus terlempar ke dalam permainan yang seperti sampah ini? Dengan wujud yang juga paling jelek dari spesies lain yang ada? Kenapa tidak jadi paus atau kelinci saja? Kenapa harus menjadi makhluk ini?" Teriak isi kepalanya.
Mengeluh adalah hobinya, bermalas-malasan adalah hobi keduanya, dan tidur adalah sumber kebahagiaannya. Sejak kecil ia suka menatap langit. Padahal di sana tidak ada apa-apa selain awan putih yang bergumpal dan matahari yang membuat mata sakit. Bahkan kadang langit yang ditatap hanya berupa papan kotor yang dihuni nyonya laba-laba dan sebuah lampu yang menggantung di tengahnya. Tapi ia tetap senang menatapnya. Harapan kecil dan isi hatinya menguap ke sana. Membuatnya tersenyum, kadang juga menangis. Tergantung apa yang ia pikirkan saat melihat langit.
Masih tentang laki-laki yang lemah tadi. Dia sangat membenci masalah. Mungkin kamu yang membaca ini juga membencinya. Tapi masalah selalu saja datang menghampirinya, membully-nya, menghancurkannya untuk siap dibakar di tempat pembuangan sampah akhir. Selalu seperti itu masalah mampu mempecundangi seseorang yang memang sudah menjadi pecundang duluan.
Dia selalu mencoba kabur sekuat mungkin, tapi masalah juga mengejar sama kuatnya, bahkan lebih kuat. Mencoba istirahat di balik badan kucing kesayangannya, tetapi tentu akan mudah ditemukan oleh masalah, karena kucing mana pun tidak akan ada yang bisa dijadikan tempat bersembunyi. Betapa sialnya dia. Untung aku bukan dia.
Harapku begitu. Tapi kenyataan tidak mengharapkan hal yang sama. Kami memang sering tidak sejalan.
Kembali lagi tentang pecundang tadi. Tidak ada kisah menarik yang bisa diceritakan, hidupnya memang biasa saja, malah cenderung payah. Aku jadi tidak tau harus meneruskan tulisan ini seperti apa lagi. Semoga dia berhenti menjadi payah, agar kisah ini bisa berlanjut dengan cerah.
Sudah ya, aku mau kembali lari dari masalah.
Comments
Post a Comment